Pengertian Masa Pra AksaraMasa pra aksara atau biasa disebut masa prasejarah
adalah masa kehidupan manusia sebelum mengenal tulisan.
Manusia yang diperkirakan hidup pada masa pra aksara
adalah manusia purba. Pada masa ini, kita tidak dapat
mengetahui sejarah serta kebudayaan manusia melalui
tulisan. Satu-satunya sumber untuk mengetahui kehidupan
manusia purba hanya melalui peninggalan-peninggalan
mereka yang berupa fosil, alat-alat kehidupan, dan fosil
tumbuh-tumbuhan maupun hewan yang hidup dan
berkembang pada masa itu.
Zaman pra aksara berlangsung sangat lama, yaitu sejak
manusia belum mengenal tulisan hingga manusia mulai
mengenal dan menggunakan tulisan. Zaman manusia
mengenal dan menggunakan tulisan disebut zaman aksara
atau zaman sejarah.
Zaman pra aksara di Indonesia berlangsung sampai
abad ke-3 Masehi. Jadi, pada abad ke-4 Masehi, manusia
Indonesia baru mulai mengenal tulisan. Hal ini dapat
diketahui dari batu bertulis yang terdapat di Muara Kaman,
Kalimantan Timur. Meskipun prasasti tersebut tidak berangka
tahun, tetapi bahasa dan bentuk huruf yang digunakan
menunjukkan bahwa prasasti tersebut dibuat kurang lebih
tahun 400 Masehi.
Tabir perkembangan kehidupan masyarakat pra aksara
Indonesia, dapat diketahui dalam pembabakan zaman pra
aksara berdasarkan arkeologi dan ciri kehidupan masyarakat.
1. Pembabakan zaman pra aksara berdasarkan
arkeologi
Zaman pra aksara berdasarkan penggalian arkeologi,
dapat dibagi menjadi dua zaman sebagai berikut.
Pengertian Masa Pra Aksara
Masa Pra Aksara di Indonesia
a. Zaman batu
Zaman batu menunjuk pada suatu
periode di mana alat-alat kehidupan
manusia terbuat dari batu, meskipun
ada juga alat-alat tertentu yang terbuat
dari kayu dan tulang. Tetapi, pada
zaman ini secara dominan alat-alat
yang digunakan terbuat dari batu.
Dari alat-alat peninggalan zaman batu tersebut, maka
zaman batu dibedakan lagi menjadi tiga periode sebagai
berikut.
1) Zaman batu tua (Palaeolithikum)
Zaman batu tua merupakan suatu masa di mana hasil
buatan alat-alat dari batunya masih kasar dan belum
diasah sehingga bentuknya masih sederhana. Misalnya,
kapak genggam. Hasil kebudayaan Palaeolithikum
banyak ditemukan di daerah Pacitan dan Ngandong
Jawa Timur.
2) Zaman batu madya (Mesolithikum)
Zaman batu madya merupakan masa peralihan di
mana cara pembuatan alat-alat kehidupannya lebih
baik dan lebih halus dari zaman batu tua. Misalnya,
pebble/kapak Sumatera.
3) Zaman batu muda (Neolithikum)
Zaman batu muda merupakan suatu masa di mana
alat-alat kehidupan manusia dibuat dari batu yang
sudah dihaluskan, serta bentuknya lebih sempurna
dari zaman sebelumnya. Misalnya, kapak persegi
dan kapak lonjong.
b. Zaman logam
Dengan dimulainya zaman logam, bukan berarti ber-
akhirnya zaman batu, karena pada zaman logampun
alat-alat dari batu terus berkembang bahkan sampai
sekarang. Sesungguhnya, nama zaman
logam hanyalah untuk menyatakan
bahwa pada zaman tersebut alat-alat
dari logam telah dikenal dan digunakan
secara dominan.
Perkembangan zaman logam di Indo-
nesia berbeda dengan yang ada di
Eropa, karena zaman logam di Eropa
mengalami tiga pembagian zaman,
yaitu zaman tembaga, zaman perunggu,
dan zaman besi. Sedangkan di Indonesia khususnya dan
Asia Tenggara umumnya tidak mengalami zaman
tembaga tetapi langsung memasuki zaman perunggu
dan besi secara bersamaan. Dan hasil temuan yang lebih
dominan adalah alat-alat dari perunggu sehingga zaman
logam disebut juga dengan zaman perungggu.
2. Pembabakan zaman pra aksara berdasarkan ciri
kehidupan mayarakat
Zaman pra aksara di Indonesia berdasarkan ciri kehi-
dupan masyarakat, dibagi dalam empat babak, yaitu masa
berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana,
masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut,
masa bercocok tanam, dan masa perundagian.
a. Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat
sederhana
Pada masa ini, kehidupan manusia hanya terpusat pada
upaya mempertahankan diri di tengah-tengah alam yang
penuh tantangan, dengan kemampuannya yang masih
sangat terbatas. Kegiatan pokoknya adalah berburu dan
mengumpulkan makanan, dengan peralatan dari batu,
kayu, dan tulang. Kehidupan manusia masih sangat
tergantung pada alam lingkungan sekitarnya.
1) Keadaan lingkungan
Kepulauan Indonesia terletak di antara dua benua,
yaitu Benua Asia dan Benua Australia. Ada pengaruh
iklim dan pengaruh penyebaran hewan, manusia,
dan kebudayaan, sebagai akibat pernah bergabung-
nya Indonesia dengan kedua benua tersebut.
Tepi pantai, sungai, danau, atau tempat-tempat
yang banyak air dan bahan makanan merupakan
tempat tinggal manusia purba. Mereka mendapatkan
makanan secara langsung dari alam, tanpa melalui
proses, baik dalam mengumpulkan sampai pada cara
makan.
Keberadaan manusia
Penelitian khusus tentang fosil manusia purba
(Palaeoanthropologi) di Indonesia, dibagi dalam tiga
tahapan, yaitu tahun 1889-1909, tahun 1931-1941,
dan tahun 1952-sekarang.
a) Penelitian tahap I pada tahun 1889-1909 dilaku-
kan oleh Dr. Eugene Dubois, yang menduga
bahwa manusia purba
hidupnya pasti di daerah
tropis. Dubois menemu-
kan fosil sepotong tulang
kobi yang bisa menanda-
kan bahwa pemiliknya
berjalan tegak, di Trinil
dekatNgawi. Fosil tersebut
adalah Pithecanthropus
Erectus. Pada masa ini,
ditemukan pula fosil
manusia Wajak di daerah
Kediri Jawa Timur, dan penemuan manusia purba
di Kedungtrubus. Seluruh temuan Dubois tentang
manusia purba di Indonesia adalah fosil-fosil
tengkorak, ruas leher, rahang, gigi, tulang paha,
dan tulang kering.
b) Penelitian tahap II antara 1931-1941 dilakukan
oleh Ter Haar, Oppenoorth, dan Von Koeningswald.
Mereka menemukan tengkorak dan tulang kering
Pithecanthropus Soloensis di Ngandong Kabupaten
Blora. Juga tahun 1936 Tjokrohandojo menemukan
fosil tengkorak anak-anak di utara Mojokerto.
Antara tahun 1936-1941, Von Koeningswald
menemukan fosil-fosil rahang, gigi, dan tengkorak
di Sangiran Surakarta
c) Penelitian tahap III, sebagian besar penemuan di
Sangiran, yang menemukan bagian-bagian tubuh
Pithecanthropus yang belum pernah ditemukan
sebelumnya, seperti tulang muka dan dasar
tengkorak.
Ada beberapa jenis manusia purba di Indonesia,
yaitu sebagai berikut.
Meganthropus
Meganthropus Palaeojavanicus adalah manusia
paling primitif yang pernah ditemukan di Indone-
sia oleh Von Koeningswald tahun 1936 dan 1941
di formasi Pucangan, Sangiran. Fosil yang ditemukan
tersebut berupa rahang manusia purba yang
berukuran besar. Dari hasil penelitian disimpulkan
bahwa jenis manusia tersebut bertubuh sangat
besar. Fragmen rahang bawah lain ditemukan
oleh Marks pada tahun 1952 di lapisan terbawah
formasi Kabuh.
b) Pithecanthropus Erectus
Fosil Pithecanthropus adalah fosil manusia yang
paling banyak ditemukan di Indonesia, yaitu di
Mojokerto, Kedungtrubus, Trinil, Sangiran, Sam-
bungmacan, dan Ngandong. Bentuk tubuh Pithe-
canthropus tidak setegap Meganthropus. Tingginya
kira-kira 165-180 cm. Fosil Pithecanthropus
Erectus saat saling dihubungkan membentuk
sebuah kerangka yang mirip kera. Maka Pithecan-
thropus Erectus berarti manusia kera yang
berjalan tegak.
c) Homo
Homo Sapiens Wajak I ditemukan dekat Campur-
darat Tulungagung Jawa Timur oleh Van
Rietschoten tahun 1889, terdiri atas
tengkorak, termasuk fragmen rahang
bawah, dan beberapa buah ruas leher.
Temuan tersebut diselidiki pertama kali
oleh Dubois. Homo Sapiens Wajak II
ditemukan oleh Dubois tahun 1890 di
tempat yang sama, terdiri atas fragmen-
fragmen tulang tengkorak, rahang atas
dan rahang bawah, serta tulang paha
dan tulang kering.
3) Teknologi
Teknologi pada masa berburu dan mengumpulkan
makanan tingkat sederhana, hanya mengutamakan
segi praktis sesuai dengan tujuan penggunaannya
saja, namun lama kelamaan ada penyempurnaan
bentuk.
Di Indonesia dikenal dua macam teknik pokok, yaitu
teknik pembuatan perkakas batu yang disebut tradisi
kapak perimbas dan tradisi serpih. Pada perkem-
bangan berikutnya ditemukan alat-alat dari tulang
dan tanduk. Movius menggolongkan alat-alat dari
batu sebagai perkakas zaman pra aksara, yaitu kapak
perimbas, kapak penetak, pahat genggam, proto
kapak genggam, dan kapak genggam.
4) Kehidupan sosial
Manusia purba semenjak Pithecanthropus hingga
Homo Sapiens dari Wajak, menggantungkan kehidup-
annya pada kondisi alam. Daerah sekitar tempat
tinggalnya harus dapat memberikan persediaan
makanan dan air yang dapat menjamin kelang-
sungan hidupnya.
Mereka hidup berkelompok dengan pembagian
tugas, bahwa yang laki-laki ikut kelompok berburu
dan yang perempuan mengumpulkan makanan dari
tumbuhan dan hewan-hewan kecil. Selain itu,
mereka juga bekerjasama dalam rangka menanggulangi
serangan binatang buas maupun adanya bencana
alam yang sewaktu-waktu dapat mengusik kehidupan
merekaAlat-alat yang dibuat dari batu, kayu, tulang, dan
tanduk terus-menerus mengalami penyempurnaan
bentuk, sesuai dengan perkembangan alam pikiran
mereka.
b. Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat
lanjut
Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan
tingkat lanjut, di Indonesia sudah ada usaha-usaha untuk
bertempat tinggal secara tidak tetap di gua-gua alam,
utamanya di gua-gua payung, yang setiap saat mudah
untuk ditinggalkan, jika dianggap sudah tidak memung-
kinkan lagi tinggal di tempat itu.
1) Keadaan lingkungan
Api sudah dikenal sejak sebelumnya, karena sangat
bermanfaat untuk berbagai keperluan hidup, seperti
untuk memasak makanan, sebagai penghangat
tubuh, dan untuk menghalau binatang buas pada
malam hari.
Terputusnya hubungan kepulauan Indonesia dengan
Asia Tenggara pada akhir masa glasial keempat,
terputus pula jalan hewan yang semula bergerak
leluasa menjadi lebih sempit dan terbatas, dan ter-
paksa menyesuaikan diri dengan lingkungan baru.
Tumbuh-tumbuhan yang mula-mula ditanam adalah
kacang-kacangan, mentimun, umbi-umbian dan biji-
bijian, seperti juwawut, padi, dan sebagainya.
2) Keberadaan manusia
Ada dua ras yang mendiami Indonesia pada
permulaan Kala Holosin, yaitu Austromelanesoid
dan Mongoloid. Mereka berburu kerbau, rusa, gajah,
dan badak, untuk dimakan.
Di bagian barat dan utara ada sekelompok populasi
dengan ciri-ciri terutama Austromelanesoid dengan
hanya sedikit campuran Mongoloid. Sedangkan di
Jawa hidup juga kelompok Austromelanesoid yang
lebih sedikit lagi dipengaruhi oleh unsur-unsur
Mongoloid. Lebih ke timur lagi, yaitu di Nusa Tenggara
sekarang, terdapat pula Austromelanesoid
3) Teknologi
Ada tiga tradisi pokok pembuatan alat-alat pada
masa Pos Plestosin, yaitu tradisi serpih bilah, tradisi
alat tulang, dan tradisi kapak genggam Sumatera.
Persebaran alatnya meliputi Pulau Sumatera, Jawa,
Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua.
Alat tulang ditemukan di Tonkin Asia Tenggara,
sedangkan di Jawa ditemukan di Gua Lawa
Semanding Tuban, di Gua Petpuruh utara Prajekan,
dan Sodong Marjan di Besuki. Kapak genggam
Sumatera ditemukan di daerah pesisir Sumatera
Utara, yaitu di Lhok Seumawe, Binjai, dan Tamiang.
4) Masyarakat
Manusia yang hidup pada masa berburu
dan mengumpulkan makanan tingkat
lanjut, mendiami gua-gua terbuka atau
gua-gua payung yang dekat dengan
sumber air atau sungai sebagai sumber
makanan, berupa ikan, kerang, siput, dan
sebagainya. Mereka membuat lukisan-
lukisan di dinding gua, yang menggambar-
kan kegiatannya, dan juga kepercayaan
masyarakat pada saat itu.
c. Masa bercocok tanam
Perubahan dari masa berburu dan mengumpulkan
makanan tingkat lanjut ke masa bercocok tanam, mema-
kan waktu yang sangat panjang, karena tingkat kesulitan
yang tinggi. Pada masa ini sudah mulai ada usaha
bertempat tinggal menetap di suatu perkampungan yang
terdiri atas tempat tinggal-tempat tinggal sederhana
yang didiami secara berkelompok. Mulai ada kerjasama
dan peningkatan unsur kepercayaan yang diharapkan
adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan
ketenteraman hidupnya.
1) Manusia
Manusia yang hidup pada masa bercocok tanam di
Indonesia Barat mendapat pengaruh besar dari ras
Mongoloid, sedangkan di Indonesia Timur sampai
sekarang lebih dipengaruhi oleh komponen Austro-
melanesoid.
Ringkasan
Masa pra aksara adalah masa manusia sebelum mengenal tulisan. Namun,
kehidupan manusia pada masa itu tetap dapat diketahui dari beberapa
peninggalan yang diketemukan.
Manusia purba, yaitu jenis manusia yang hidup pada zaman pra aksara,
yaitu Meganthropus, Pithecanthropus Erectus, dan Homo.
Di Trinil pernah ditemukan fosil tengkorak manusia purba oleh Dubois
pada tahun 1891, di daerah Mojokerto pada tahun 1936, dan di Sangiran
tepi Bengawan Solo pada tahun 1931-1933.
Manusia paling primitif yang pernah ditemukan di Indonesia adalah
Meganthropus Palaeojavanicus, yang ditemukan Von Koeningswald tahun
1936 dan 1941.
Zaman pra aksara di Indonesia berdasarkan arkeologis, dibagi menjadi 2
zaman, yaitu zaman batu dan zaman logam. Zaman batu meliputi zaman
batu tua, zaman batu madya, dan zaman batu muda.
Zaman pra aksara di Indonesia berdasarkan ciri kebudayaan masyarakat
dibagi dalam empat babak, yaitu masa berburu dan mengumpulkan
makanan tingkat sederhana, masa berburu dan mengumpulkan makanan
tingkat lanjut, masa bercocok tanam, dan masa perundagian.
Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana,
kegiatan pokoknya adalah berburu dan mengumpulkan makanan dengan
peralatan dari batu, kayu, dan tulang.
Manusia yang hidup pada masa berburu dan mengumpulkan makanan
tingkat lanjut, mendiami gua-gua terbuka yang dekat dengan sumber air
dan sumber makanan.
Pada masa bercocok tanam sudah mulai ada usaha bertempat tinggal
menetap di suatu perkampungan yang terdiri atas tempat tinggal-tempat
tinggal sederhana yang didiami secara berkelompok.
Pada masa perundagian, mulai ditemukan bijih-bijih logam sehingga
berbagai peralatan mulai dibuat dari logam
Kelompok manusia sudah lebih besar, karena hasil
pertanian dan peternakan sudah dapat memberi
makan sejumlah orang yang lebih besar pula. Jumlah
anak yang banyak sangat menguntungkan, karena
mereka dapat menghasilkan makanan yang lebih
banyak pula.
2) Teknologi
Masa bercocok tanam di Indonesia dimulai kira-kira
bersamaan dengan berkembangnya kemahiran
mengasah alat dari batu dan mulai dikenalnya
teknologi pembuatan gerabah. Alat yang terbuat dari
batu dan biasa diasah adalah beliung, kapak batu,
mata anak panah, mata tombak, dan sebagainya. Di
antara alat batu yang paling terkenal adalah beliung
persegi.
3) Kehidupan masyarakat
Masyarakat mulai meninggalkan cara-cara berburu
dan mengumpulkan makanan. Mereka sudah menun-
jukkan tanda-tanda akan menetap di suatu tempat,
dengan kehidupan baru, yaitu mulai bercocok tanam
secara sederhana dan mulai memelihara hewan.
Proses perubahan tata kehidupan yang ditandai
dengan perubahan cara memenuhi kebutuhan hidup
masyarakat, terjadi secara perlahan-lahan, namun
pasti.
Demikian pula dengan tempat tinggal, dari yang
masih sangat sederhana berbentuk bulat dengan atap
dan dinding dari rumbai, perlahan-lahan berubah
sedikit demi sedikit kepada bentuk yang lebih maju
dengan daya tampung yang lebih banyak, untuk
menampung keluarga mereka. Gotong-royong
merupakan suatu kewajiban yang memang diperlu-
kan untuk pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan
tenaga orang banyak, seperti mendirikan rumah dan
membersihkan saluran air untuk bercocok tanam.
Masyarakat merasa bahwa tanah merupakan kunci
dari kehidupan. Oleh karena itu, mereka meningkat-
kan manfaat kegunaan tanah, termasuk penguasaan
terhadap binatang-binatang peliharaan. Yang jelas
mereka sudah tidak lagi tergantung pada alam.
Mereka sudah mengadakan perubahan-perubahan
dengan menganggap sebagai pemilik atas unsur-
unsur yang mengelilinginya.
4) Pemujaan roh nenek moyang
Pemujaan roh leluhur maupun kepercayaan terhadap
adanya kekuatan gaib menjadi adat kebiasaan
masyarakat saat itu. Kebiasaan semacam itu lazim
disebut animisme dan dinamisme. Sudah mulai ada
kepercayaan tentang hidup sesudah mati,
bahwa roh seseorang tidak lenyap pada saat
orang meninggal. Upacara pemakaman
dilakukan sedemikian rupa agar roh yang
meninggal tidak salah jalan menuju nenek
moyang mereka.
Tradisi mendirikan bangunan megalitik
(batu besar) muncul berdasarkan keper-
cayaan adanya hubungan antara yang
hidup dengan yang mati. Terutama karena
adanya pengaruh yang kuat dari yang telah
mati terhadap kesejahteraan masyarakat
dan kesuburan tanaman
d. Masa perundagian
Pada masa bercocok tanam, manusia sudah berusaha
bertempat tinggal menetap dengan mengatur kehidupan
untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, yaitu meng-
hasilkan bahan makanan sendiri, baik di bidang pertanian
maupun peternakan. Pada masa perundagian, semuanya
mengalami kemajuan dan penyempurnaan. Pada masa
ini mulai ditemukan bijih-bijih logam sehingga berbagai
peralatan mulai dibuat dari logam.
Pada perkembangan berikutnya, perlu dibedakan golongan
yang terampil dalam melakukan jenis usaha tertentu,
misalnya terampil dalam membuat rumah kayu, pem-
buatan gerabah, pembuatan benda-benda dari logam,
perhiasan, dan lain sebagainya.
1) Penduduk
Manusia yang bertempat tinggal di Indonesia pada
masa ini dapat diketahui dari berbagai penemuan
sisa-sisa rangka dari berbagai tempat, antara lain di
Anyer Utara Jawa Barat, Puger Jawa Timur, Gilimanuk
Bali, dan Melolo Sumba Timur. Pada masa perundagian
ini perkampungan sudah lebih besar, karena adanya
hamparan pertanian, dan mereka kemudian mulai
mengadakan aktivitas perdagangan.
2) Teknologi
Pada masa perundagian ini, teknologi berkembang
sangat pesat, sebagai akibat adanya penggolongan-
penggolongan dalam masyarakat. Dengan beban
pekerjaan tertentu, banyak jenis pekerjaan yang
mempunyai disiplin tersendiri sehingga semakin
beraneka ragam perkembangan teknologi yang
terjadi pada masa itu. Termasuk perkembangan
perdagangan dan pelayaran.
Teknologi yang berkembang seiring dengan per-
kembangan kebutuhan, nampaknya menyangkut
dan melibatkan berbagai bidang yang lain. Saat itu
juga sedang berkembang teknologi peleburan,
pencampuran, penempaan, dan pencetakan berbagai
jenis logam yang dibutuhkan oleh manusia.
Di Indonesia, berdasarkan temuan-temuan arkeologis,
penggunaan logam sudah dimulai beberapa abad
sebelum masehi, yaitu penggunaan perunggu dan
besi. Secara berangsur-angsur dan bertahap, peng-
gunaan kapak batu diganti dengan logam. Namun
logam tidak mudah menggeser peranan gerabah
yang masih tetap bertahan karena memang tidak
semuanya dapat digantikan dengan logam.
3) Kehidupan sosial budaya
Seni ukir dan seni hias yang diterapkan pada benda-
benda megalitik mengalami kemajuan yang pesat.
Sedangkan yang sangat menonjol pada masa per-
undagian ini adalah kepercayaan kepada arwah
nenek moyang, karena dipercaya sangat besar
pengaruhnya terhadap perjalanan hidup manusia
dan masyarakatnya. Oleh karena itu, arwah nenek
moyang harus diperhatikan dan dipuaskan melalui
upacara-upacara. Kehidupan dalam masyarakat
masa perundagian adalah hidup yang penuh rasa
setia kawan. Perasaan solidaritas ini tertanam dalam
hati setiap orang sebagai warisan dari nenek moyang
http://deenet-makalah.blogspot.com/2008/12/zaman-pra-aksara-dan-pra-sejarah.html