Minggu, 21 Juni 2009

Konsep-konsep dalam sejarah

Tradisi Sejarah dalam Masyarakat Indonesia
Sejarah, dalam bahasa Indonesia dapat berarti riwayat kejadian masa lampau yang benar-benar terjadi atau riwayat asal usul keturunan (terutama untuk raja-raja yang memerintah). Kata Sejarah berasal dari kata Syajaratun atau Syajarah dalam bahasa Arab yang artinya pohon atau silsilah. Umumnya sejarah atau ilmu sejarah diartikan sebagai informasi mengenai kejadian yang sudah lampau. Sebagai cabang ilmu pengetahuan, mempelajari sejarah berarti mempelajari dan menerjemahkan informasi dari catatan-catatan yang dibuat oleh orang perorang, keluarga, dan komunitas. Pengetahuan akan sejarah melingkupi: pengetahuan akan kejadian-kejadian yang sudah lampau serta pengetahuan akan cara berpikir secara historis. Ilmu sejarah mempelajari berbagai kejadian yang berhubungan dengan kemanusiaan di masa lalu. Sejarah dibagi ke dalam beberapa sub dan bagian khusus lainnya seperti kronologi, historiografi, genealogi, paleografi, dan kliometrik. Orang yang mengkhususkan diri mempelajari sejarah disebut sejarawan.
- Historiografi :
Historiografi adalah adalah ilmu yang meneliti dan mengurai informasi sejarah berdasarkan sistem kepercayaan dan filsafat. Walau tentunya terdapat beberapa bias (pendapat subjektif) yang hakiki dalam semua penelitian yang bersifat historis (salah satu yang paling besar di antaranya adalah subjektivitas nasional), sejarah dapat dipelajari dari sudut pandang ideologis, misalnya: historiografi Marxisme. Ada pula satu bentuk pengandaian sejarah (spekulasi mengenai sejarah) yang dikenal dengan sebutan “sejarah virtual” atau “sejarah kontra-faktual” (yaitu: cerita sejarah yang berlawanan — atau kontra — dengan fakta yang ada). Ada beberapa ahli sejarah yang menggunakan cara ini untuk mempelajari dan menjelajahi kemungkinan-kemungkinan yang ada apabila suatu kejadian tidak berlangsung atau malah sebaliknya berlangsung. Hal ini mirip dengan jenis cerita fiksi sejarah alternatif.
- Kronologi :
Kronologi adalah istilah yang artinya diambil dari kata krono/chrono yang artinya waktu dan -logi yang artinya ilmu maka disimpulkan kronologi adalah ilmu yang mempelajari waktu atau sebuah kejadian pada waktu tertentu.Adapun kronologi digunakan dan bermanfaat pada sebuah kejadian baik kriminal maupun nonkriminal. Kronologi sering diajarkan pada badan badan hukum untuk mengetahui kapan dan persisnya suatu kejadian atau tindak pidana terjadi.
EJARAH
* Mengikut pandangan “Bapak Sejarah” Herodotus, Sejarah ialah satu kajian untuk menceritakan satu kitaran jatuh bangunnya seseorang tokoh, masyarakat dan peradaban.
* Sejarah dalam arti kata lain digunakan untuk mengetahui masa lampau berdasarkan fakta-fakta dan bukti-bukti yang sahih bagi membolehkan manusia memperkayakan pengetahuan supaya waktu sekarang dan akan datang menjadi lebih cerah.
* Karakteristik ilmu Sejarah :
Unik, artinya peristiwa sejarah hanya terjadi sekali, dan tidak mungkin terulang peristiwa yang sama untuk kedua kalinya.
Penting, artinya peristiwa sejarah yang ditulis adalah peristiwa-peristiwa yang dianggap penting yang mempengaruhi perubahan dan perkembangan manusia
Abadi, artinya peristiwa sejarah tidak berubah-ubah dan akan selalu dikenang sepanjang masa.
* 1.PERIODISASI
Periodisasi adalah pembabakan waktu yang digunakan untuk berbagai peristiwa. Periodisasi yang dibuat para ahli tentang suatu peristiwa yang sama dapat berbeda-beda bentuknya dikarenakan alasan pribadi atau subyektif.
2.KRONOLOGI
Kronologi adalah penentuan urutan waktu terjadinya suatu peristiwa sejarah. Kronologi berdasarkan hari kejadian atau tahun terjadinya peristiwa sejarah.
Manfaat kronologi adalah:
-dapat membantu menghindarkan terjadinya kerancuan dalam pembabakan waktu sejarah.
-dapat merekonstruksi peristiwa sejarah dimasa lalu berdasarkan urutan waktu dengan tepat.
-dapat menghubungkan dan membandingkan kejadian sejarah di tempat lain dalam waktu yang sama.
3.KRONIK
Kronik adalah catatan tentang waktu terjadinya suatu peristiwa sejarah.
4.HISTORIOGRAFY (Penulisan Sejarah)
Historiogray adalah oses penyusunan fakta-fakta sejarah dan berbagai sumber yang telah diseleksi dalam sebuah bentuk penulisan sejarah. Setelah melakukan penafsiran terhadap data-data yang ada, sejarawan harus sadar bahwa tulisan itu bukan hanya sekedar untuk kepentingan dirinya, tetapi juga untuk dibavca orang lain. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan struktur dan gaya bahasa penulisan nya. Sejarawan harus menyadari dan berusaha agar orang lain dapat mengerti pokok-pokok pemikiran yang diajukan.

Definisi Sejarah

Mengikut pandangan “Bapak Sejarah” Herodotus, Sejarah ialah satu kajian untuk menceritakan satu kitaran jatuh bangunnya seseorang tokoh, masyarakat dan peradaban.

Sejarah dalam erti kata lain digunakan untuk mengetahui masa lampau berdasarkan fakta-fakta dan bukti-bukti yang sahih bagi membolehkan manusia memperkayakan pengetahuan supaya waktu sekarang dan akan datang menjadi lebih cerah.

Macam-macam Sejarah :

=Periodisasi : jangka waktu yang lama

=Kronologi : jangka waktu yang pendek

=Kronik : Kumpulan cerita

=HIstoriography : proses penulisan sejarah

http://isrona.wordpress.com/2008/09/10/konsep-konsep-dalam-sejarah/

Tradisi Sejarah dalam Masyarakat Indonesia

oleh


I. Tradisi Sejarah Pada Masyarakat Yang Belum Mengenal Tulisan

Cara Masyarakat Yang Belum Mengenal Tulisan Mewariskan Masa Lalunya.
Kemampuan manusia dalam berbicara menggunakian bahasa lisan dalam masyarakat yang belum mengenal tulisan, bukan berarti mereka tidak punya kemampuan untuk merekam dan mewariskan pengalaman masalalunya. Dengan potensi adalah tradisi lisanlah mereka merekam dan mewariskan masa lalunya.

Tradisi lisan dapat di artikan sebagai kebiasaan atau adat berkembang dalam suatu komunitas masyarakat yang direkam dan diwariskan dari generasi ke generasi melalui bahasa lisan. Dalam tradisi lisan terkandung kejadian – kejadian sejarah, adat istiadat, cerita, dongeng, pribahasa, lagu, mantra, nilai moral, dan nilai keagamaan.

Dalam tradisi lisan, peranan orang yang dituakan seperti kepala suku atau ketua adat sangat penting. Mereka diberi kepercayaan oleh kelompoknya untuk memelihara dan menjaga tradisi yang diwariskan secara turun temurun.

Satu kelompok masyarakat dengan nilai, norma, tradisi, adat dan budaya yang sama akan mempunyai jejak – jejak masa lampaunya. Dalam masyarakat yang belum mengenal tulisan jejak-jejak masa lampaunya disebarluaskan dan diwariskan secara turun temurun kepada generasi berikutnya secara lisan sehingga menjadi bagian dari tradisi lisan. Karya-karya dalam tradisi lisan merupakan bagian dari sebuah folklore.

Cara Masyarakat yang Belum Mengenal Tulisan Mengembangkan Tradisi Sejarah
Dalam masyarakat yang belum mengenal tulisan yang dimaksud dengan tradisi sejarah adalah dalam bentuk mempertahankan adapt istiadat, petuah leluhur dan tradisi yang berkembang di masyarakat. Cara mereka mengembangkan tradisi sejarah adalah dengan mewariskannya secara lisan melelui ingatan kolektif anggota masyarakatnya.
Cara lain adalah dalam bentuk dibuatnya sebuah karya seperti lukisan, monumen, tugu,dan peralatan hidup. Kegiatan tersebut merupakan bagian dari pengembangan tradisi sejarah untuk diwariskan kepada generasi berikutnya yang melihat karya itu. contohnya dalam bentuk lukisan di dinding gua, tugu, dan monumen yang berhubungan dengan kepercayaan animisme, perkakas yang terbuat dari batu maupun logam dan kepercayaan terhadap arwah nenek moyang.

Jejak Sejarah Dalam Foklore (Mitos, Legenda, Dongeng, Lagu Rakyat dan Upacara Adat).
Folklore diartikan sebagai sekelompok orang (komunitas) yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik (bahasa, rambut, warna kulit), sosial dan budaya sehingga dapat dibedakan dari kelompok masyarakat lainnya. Ciri-ciri folklore adalah sebagai berikut: penyebaran dan pewarisannya lebih banyak secara lisan, bersifat tradisional, bersifat anonym (pembuatannya tidak diketahui), kolektif (menjadi milik bersama dari sebuah kelompok masyarakat ), mempunyai pesan moral bagi generasi berikutnya.
Menurut Harold Brunvan (USA), folklore terbagi kedalam tiga tipe yang meliputi :

1. folklore lisan merupakan fata mental (mentifact) diantaranya : logat bahyasa (dialek)
dan bahasa tabu, ungkapan tradisional dalam bentuk pribahasa dan sindiran, puisi
rakyat yang meliputi mitos legenda, dongeng .

2. folklore sebagai lisan merupakan fakta social (sosiofact) diantaranya dalam bentuk
kepercayaan dan takhayul, permainan rakyat, tarian rakyat, teater rakyat, dan upacara
tradisional.

3. folklore bukan lisan merupakan artefak (artifact), diantaranya dalam bentuk : arsitektur
bangunan rumah adat (tradisional), seni kerajinan tradisional, pakaian tradisional,
obat-obatan tradisional, alat musik tradisional, senjata tradisional, makanan
tradisional.

Mitos
Dalam prosa rakyat dikenal dengan yang namanya mitos, legenda dan dongeng . mitos adalah cerita rakyat yang dianggap benar-benar terjadi dan dianggap suci oleh masyarakatnya. Mitos pada umumnya mengisahkan tentang dewa, penciptaan alam semesta, manusia dan kehidupan awal. Beberapa contoh mitos adalah : Leak di Bali, Rorokidul di Jawa, Dewi Sri (dewi padi), dll.

Legenda
Legenda biasanya diartikan cerita rakyat yang berisi tentang terbentuknya (terjadinya ) suatu wilayah. Menurut Halrod Brunvand ada 4 macam :

1. legenda keagamaan berisi tentang cerita orang-orang yang dianggap suci atau saleh
dengan tambahan segala macam keajaiban, kesaktian dan benda-benda keramat,
contoh : Wali Sanga, Sunan Kali Jaga, Syekh Siti Jenar, dll.
2. legenda alam gaib adalah cerita yang berhubungan dengan kepercayaan dan
takhayul yang berhubungan dengan keghaiban. Biasanya menceritakan tentang
hantu, genderewo, sundel bolong atau mahluk jadi-jadian. Contohnya cerita Si Manis
Jembatan Ancol (Betawi), Kisah Harimau menjelma Raja Siliwangi (Sunda), kisah
orang Bunian (Sumatera), kuntilanak, dll.
3. legenda lokal adalah cerita tentang asal mula terjadinya (terbentuknya) nama suatu
tempat , danau, gunung,bangunan dll. Contohnya : cerita terbentuknya Danau Toba
(Sumut) , kisah Sangkuriang (Sunda), Roro Jongrang (Jateng), terbentuknya gunung
Batok dan nama Tengger (Jawa),dll.
4. legenda perseorangan adalah cerita rakyat tentang tokoh-tokoh yang dianggap dan
diyakini oleh suatu masyarakat pernah ada. Pada umumnya mengisahkan tentang
kepahlawanan, kesaktian atau kisah cinta dari tokoh tersebut. Contohnya : kisah Si
Pitung, Nyai Dasima (Betawi), Sabai Nan Aluih, Si Pahit Lidah (Sumbar), cerita Panji
Warok Suro Menggolo (Jatim), Joko Tingkir, Roro Mendut (Jateng), Lutung Kasarung,
Mundinglaya di Kusuma (Jabar), Jayaprana dan Layon Sari (Bali).

Dongeng
Dongeng adalah cerita rakyat yang bersifat khayal, sama sekali tidak pernah terjadi dan hanya bersifat hiburan tetapi di dalamnya mengandung pesan moral, petuah dan sindiran. Dongeng dapat digolongkan ke dalam bentuk dongeng binatang, dongeng manusia dan dongeng jenaka.

Pada umumnya dongeng binatang disebut Fabel, di Jawa dan Bali dinamakan Tantri . di Indonesia tokoh binatang yang paling terkenal adalah kancil yang digambarkan sebagai binatang yang cerdik dan banyak akal. Selain itu adalah tokoh kera, kura-kura, buaya, harimau, keong, kerbau, anjing, kucing, tikus, dll.

Dongeng manusia biasanya menceritakan tokoh manusia dengan segala macam kisah suka dukanya. Di beberapa daerah dongeng manusia kadang-kadang bertema sama yang membedakan hanya nama dan lokasinya saja. Dongeng dengan tema seorang pemuda mencuri pakaian bidadari yang sedang mandi adalah Jaka Tarup (Jatim). Pasir Kujang (Jabar), Raja Pala (Bali). Dongeng tentang penderitaan anak gadis karena ulah saudara dan ibu tirinya adalah bawang merah bawang putih (Betawi).

Dongeng jenaka adalah dongeng yang tokohnya bersifat bodoh, lugu, pander, jenaka tapi banyak akalnya. Tokoh dongeng jenaka adalah : Si Kabayan (Sunda), Lebai Malang, Pak Belalang (Melayu).

Nyanyian (Lagu) Rakyat
Nyanyian rakyat (folksong) adalah bentuk puisi yang dinyanyikan sehingga kata syair dan lagu nada merupakan satu kesatuan. Menurut materinya lagu rakyat di bedakan atas lagu anak, lagu umum, lagu religius. Berdasarkan fungsinya dibedakan menjadi : lagu mengiringi tarian, lagu untuk mengiringi permainan dan lagu untuk dinyanyikan.
Lagu anak banyak pula yang digunakan untuk mengiringi tarian atau permainan, contoh : cublak-cublak suweng, cingcangkeling, pokame-ame, dll. Lagu umum ada pula yang dinyanyikan untuk mengiringi tarian atau dinyanyikan biasa seperti kicir-kicir, jail-jali (Betawi) ampar pisang (Kalimantan). Lagu religius umumnya berisi pujian terhadap tuhan , dinyanyikan pada upacara yang berhubungan dengan kehidupan seperti kelahiran, perkawinan, panen, dll. Ada pula yang dipakai untuk mengiringi tarian seperti tari saman dan seudati (Aceh).

Di Jawa Tengah dan Timur salah satu bentuk nyanyian rakyat dikenal dengan nama gending seperti sinom, pucung, asmarandana, dll. Sedangkan di Jawa Barat yang seperti itu dinamakan dengan pupuh.

Adat Kebiasaan

Upacara adat biasanya didasari oleh sebuah kepercayaan, upacara yang dilakukan dimaksudkan untuk mendapatkan sebuah kebaikan atau menghindarkan diri dari malapetaka dalam kehidupan masyarakat yang melakukannya. Contohnya upacara larung samudro di pantai selatan Jawa, pesta laut di pantai utara Jawa, kasodo di Tengger (Gunung Bromo), Seketan, Grebeg (Yogyakarta dan Surakarta) panjang jimat (Cirebon).

Selain yang berhubungan dengan mitos dan legenda, banyak pula upacara adat yang berhubungan dengan siklus kehidupan mulai dari masa kehamilan, kelahiran, sunatan, perkawinan, dan Kematian.


II. Tradisi Sejarah pada Masyarakat yang Telah Mengenal Tulisan

1. Tradisi Sejarah Masyarakat di Indonesia

Pengaruh Tulisan dan Karya Lontar
Sejak masyarakat Indonesia mengenal tulisan (memasuki jaman sejarah ) sebenarnya tradisi sejarah pada masyarakat Indonesia telah terbentuk melalui berbagai prasasti yang ada. Perkembangannya kemudian diperluas dengan kemampuan masyarakat dalam berkomunikasi dan perkembangan bahasa di Indonesia. Bahkan kemudian muncul golongan masyarakat yang mempunyai kemampuan untuk mengubah atau menulis berbagai karya sastra. Naskah-naskah karya sastra kuno tersebut di tulis pada daun lontar sehingga lebih dikenal dengan istilah kitab lontar.

Contoh prasasti di beberapa daerah di Indonesia: prasasti kutai berbahasa sansakerta dan tulisan palawa (dari kerajaan kutai), prasasti dari kerajaan trauma yang berbahasa sansakerta dan tulisan pallawa, prasasti dari kerajaan Sriwijaya pada umumnya memakai bahasa melayu dan tulisan sansakerta, prasasti dari Mataram kuno pada umumnya ditulis dengan huruf pallawa bahasa sansakerta tetapi telah mulai ada tulisan dan bahasa Jawa kuno.

Selain tulisan dan bahasa tradisi sejarah di Indonesia dipengaruhi pula oleh perkembangan karya sastra, contohnya kitab Ramayana dan Mahabarata yang berasal dari India diubah dalam bahasa jawa kuno (dari jaman mataram kuno). Kitab Arjuna Wiwaha karya Mpu Kanwa, Samaradhahana karya Mpu Dharmaja, Hariwangsa, Gatotkacasraya karya Mpu Panuluh, Bharatayudha karya Mpu Sedah dan Mpu Panuluh (dari jaman Kediri). Kitab Negara Kertagama karya Mpu Prapanca, Sutasoma, Arjuna wijaya karya Mpu Tantular, Kutaramanawa karya Gajah Mada, Pararaton, Sundayana (dari jaman Majapahit).

Tradisi Sejarah dalam Lingkungan Istana
Pada umumnya tradisi sejarah di Indonesia berada dalam lingkungan keraton (istana sentries) dimana hasilnya dikenal dengansejarah tradisional (historiografi tradisional). Dalam lingkungan keraton terdapat orang yang ahli menuliskan tradisi sejarah disebut pujangga. Para pujangga menuliskan silsilah keluarga raja, kebijaksanaan raja, hukum maupun karya sastra. Untuk memperkuat tulisannya biasanya para pujangga menggunakan mitos dan legenda dalam tradisi sejarahnya, sehingga tokoh raja dalam tulisannya akan mendapatkan pulung (charisma) yang diwariskan penguasa sebelumnya
Contoh karya historiografi tradisional : Kitab Pararaton, Sundayana, Pustaka Wangsakerta, Carita Parahyangan, Babad Tanah Jawi, Babad Cirebon, sejarah melayu, kronik Wajo, kronik Kutai, Negarakertagama, Sutasoma, dll.

Tradisi Sejarah Lokal

Selain tradisi sejarah dalam lingkungan istana, tradisi sejarah berkembang pula beberapa daerah, wilayah (lokal) tertentu. Sejarah lokal dapat diartikan sebagai sejarah dari kelompok masyarakat yang berbeda dalam daerah dan geografis tertentu, walaupun sebenarnya sulit untuk menentukan batas-batas geografisnya. Contoh sejarah lokal adalah buku "Pemberontakan Petani Banten 1888" karangan Hartono Kartodirdjo, sejarah Jawa Barat dll.

III, Penulisan Sejarah di Indonesia
Historiografi adalah tahap akhir dari metode penelitian sejarah, yang dituliskan dalam sejarah merupakan cara untuk mengetahui dan memahami jejak masa lampau manusia. Perkembangan penulisan sejarah di Indonesia terbagi atas tiga corak yaitu : tradisional, colonial, nasional.

Ketiga historiografi tersebut tidak didasari oleh pendekatan ilmiah, tetapi hanya untuk legitimasi penguasa dan kekuasaan, bersifat politis dan berisi pembenaran terhadap identitas dan menunjukan kejayaan dari penguasa.


Historiografi Tradisional
Dalam historiografi tradisional, penulisannya tidak bertujuan untuk mengungkap fakta dan kebenaran sejarah. Historiografi tradisional didominasi oleh lingkungan keraton. Para Raja mempunyai kepentingan untuk melegitimasi kekuasaan dan mewariskannya kepada generasi berikutnya.

Historiografi tradisional bersifat ento sentries (kedaerahan), istana sentries (lingkungan keraton) dan magis religius (dilandasi unsur magis dan kepercayaan), makanya hasil historiografi tradisional selain dalam bentuk sejarah ada pula dalam bentuk sastra, babad, kronik, dll.

Dalam historiografi tradisional tokoh sejarahnya sering dihubungkan dengan tokoh popular jaman dahulu bahkan dengan tokoh yang ada dalam mitos maupun legenda . hal ini di maksudkan untuk mengukuhkan dan melegitimasi kekuasaan, identitas dari tokoh tersebut serta untuk mendapatkan pulung (charisma) yang diwariskan dari tokoh-tokoh sebelumnya.

Contoh dalam kitab Negarakertagama , Ken Arok (Raja Singosari pertama) dianggap sebagai anak Dewa Brahma dan titisan Dewa Wisnu, dalam babad tanah jawi disebutkan bahwa raja Mataram Islam pertama merupakan keturunan dari para nabi , tokoh wayang dalam Mahabharata, Iskandar Agung dari Macedonia, raja-raja Jawa bahkan punya hubungan dengan Nyai Roro Kidul penguasa pantai selatan.

Historiografi Kolonial
Historiografi colonial tentunya tidak lepas dari kepentingan penguasa colonial dalam melanggengkan imperialismenya di Indonesia. Kepentingan itu termasuk interpretasi mereka terhadap fakta sejarah. Contohnya: berbagai perlawanan yang terjadi pada masa kolonial seperti perang Aceh, Diponogoro, Padri, dll. Dalam pandangan historiografi kolonial dianggap sebagai tindakan ekstrimis, pemberontakan yang harus ditumpas karena dianggap mengganggu stabilitas pemerintahan. Sedangkan menurut sejarah nasional dianggap sebagai pejuang dan pahlawan yang bertujuan mengusir kolonial.

Dalam historiografi kolonial yang bersifat neerlando sentries, VOC merupakan pemersatu, demikian juga dengan kemerdekaan Indonesia, yang menurut versi Belanda adalah 27 desember 1949 melalui penyerahan kedaulatan sebagai realisasi dari KMB, sedangkan bangsa Indonesia mengakui kemerdekaan pada tanggal 17 agustus 1945.

Historiografi Nasional
Perkembangan historiografi Indonesia (nasional) pertama kali muncul justru pada saat kondisi didominasi historiografi kolonial . momentum tersebut muncul ketika pada 1913, Husein Djayadiningrat menerbitkan buku hasil desertasinya yang berjudul tinjauan kritis sejarah banten. Buku tersebut bahkan memenuhi kriteria sebagai sejarah modern (ilmiah ) karena memuat uraian dari berbagai aspek(politik, sosial, ekonomi, dan fisiologi).

Upaya perintisan historiografi nasional (penulisan sejarah nasional) muncul kembali setelah memasuki jaman kemerdekaan. Hal itu dirasa perlu karena penulisan sejarah yang ada adalah warisan kolonial yng bersifat neerlando sentries, dimana Indonesia dilihat dari sudut pandang dan kepentingan kolonial Belanda.

Sebagai Negara yang baru merdeka mutlak di perlukan sebuah historiografi nasional sebagai identitas yang akan menunjukan jati diri sebagai bangsa Indonesia. Pemerintah yang baru terbentuk juga menghendaki legitimasi kekuasaan bukan hanya dari rakyat , yang lebih penting adalah pengakuan internasional terhadap keberadaan bangsa dan Negara Indonesia yng merdeka.

Seminar sejarah nasional di Yogjakarta 1957, menjadi titik tolak kebangkitan historiografi nasional. Hal yang paling penting dari seminar tersebut adalah: pencarian identitas nasional, rekonstruksi penulisan sejarah nasional dari kolonial sentries menjadi Indonesia sentries sehingga sejarah nasional dapat menjadi alat pemersatu bangsa.

Sumber tulisan:

http://sejarahundonesiamerdeka.blogspot.com/2008/07/tradisi-sejarah-dalam-masyarakat.html

http://www.wacananusantara.org/2/272/tradisi-sejarah-dalam-masyarakat-indonesia?PHPSESSID=46a99e5669bae3a2278472174adc358b

Sejarah Meneguhkan Masa Depan

Donny Syofyan

Mahasiswa Pascasarjana The Australian National University, Canberra

Dosen Fakultas Sastra Unand

Kita sering mendengar adanya hubungan erat antara masa lalu, hari ini dan waktu yang akan datang. Sejarah mengajarkan kita bagaimana memahami hubungan semua ini. Namun benarkan proposisi ini? Tidak mudah menjawab pertanyaan tersebut dikarenakan beragamnya kontradiksi pandangan seputar pentingnya sejarah.

Adlai Stevenson (1900-1995), seorang kandidat presiden Amerika Serikat pada pemilu 1956, mengatakan, “Kita bisa memetakan masa depan kita dengan jelas dan bijaksana hanya bila kita mengetahui masa lalu yang telah membawa kita kepada hari ini (We can chart our future clearly and widely only when we know the past which has lead us to the present). Sementara itu, Jules de Goncourt (1830-1870) mengatakan hal yang berseberangan, “Hanya ada dua arus besar dalam sejarah manusia: kerendahan budi yang melahirkan orang-orang konservatif dan keirian yang membuat manusia-manusia revolusioner” (There are only two great currents in the history of mankind: the baseness which makes conservatives and the envy which makes revolutionaries).

Pasal sepakat atau tidak dengan proposisi di atas, hemat saya, dalam beberapa hal tergantung pada ‘pelajaran sejarah’ yang kita terima masa lalu. Pada satu sisi, bila kita mendapatkan pelajaran yang bagus dan benar dalam sejarah, boleh jadi kita melihat adanya relasi antara masa lalu, masa kini dan masa depan. Di sisi lain, jika apa yang kita peroleh di masa lalu hanya sebatas pelajaran menghapal ‘fakta mati’ dari peristiwa-peristiwa yang berlalu, tentu kita tidak bakal mampu memafhumi ketiga relasi di atas. Karenanya, proposisi tersebut akan ditolak.

Secara pribadi, saya tidak pernah menerima mata pelajaran sejarah yang sensible sebelum saya menaiki jenjang perguruan tinggi. Perguruan tinggilah—lewat interaksi intensif dengan mereka yang benar-benar paham sejarah—membuat saya mengerti apa dan pentingnya sejarah dan maksud proposisi di atas.

Allan Bloom menyajikan makna proposisi tersebut dengan ringkas, “Kita membutuhkan sejarah, bukan untuk mengatakan kepada kita apa yang terjadi pada masa silam atau menjelaskan masa lalu, tapi membuat masa silam itu hidup sehingga ia bisa menjelaskan kepada kita dan membuat masa depan menjadi mungkin” (We need history, not to tell us what happened or to explain the past, but to make the past alive so that it can explain us and maka a future possible) [The Closing of the American Mind, 1987].

Lalu, apakah sejarah? Dan apakah pemahaman sejarah?

Philip H. Phenix mendefinisikan sejarah sebagai “rekreasi imajinatif kejadian-kejadian masa lalu manusia yang paling baik cocok dengan bukti masa kini” (imaginative creative of past human events that best accords with the evidence of the present). Dengan demikian, kajian sejarah adalah “sejarah tentang apa yang telah diperbuat manusia tentang dirinya dalam konteks lingkungan fisik dan sosial. Ia adalah riwayat tentang petualangan moral manusia, tentang keputusan baik dan buruk, dan tentang pertimbangan yang (semuanya) disibakkan dalam konsekuansi-konsekuansinya” (the story of what human beings have made of themselves within the context of their physical and social environments. It is the account of the moral adventure of mankind, of decisions for good and for evil, and of the judgements revealed in the consequences).

Ringkasnya, “sejarah adalah kajian tentang apa yang sengaja dilakukan manusia di masa lalu” (history is the study of what human beings have deliberately done in the past). Karena masa silam telah berlalu, “meninggalkan hanya jejak-jejak pada dirinya” (leaving only traces of itself). Phoenix menulis bahwa peristiwa-peristiwa bersejarah hanya bisa dipahami dengan “memperbaiki masa lalu setepat mungkin, …dan dengan memandang peristiwa-peristiswa tersebut sebagai hasil dari keputusan eksistensial pribadi pada saat-saat tertentu” (restoring the past as faithfully as may be,…, and by conceiving those events as outcomes of personal existential decisions at particular times).

Untuk itu, menjadikan masa lalu hidup kembali dalam konteks kekinian mensyaratkan keterlibatan aktif dengan orang-orang yang membuat sejarah dan menganggap mereka sebagai subjek moral yang terlibat dalam perjuangan dalam mengisi takdir mereka.

Apakah sejarah pernah diajarkan dengan cara-cara seperti ini di sekolah-sekolah kita? Saya cenderung menjawab pertanyaan ini secara negatif. Kesalahan terbesar yang “terukir” di sebagian besar sekolah-sekolah kita adalah sejarah seringkali dikelirukan dengan “kronik” (chronicle), yakni daftar peristiwa-peristiwa yang terjadi menurut deret hitung peristiwa itu terjadi. Yang luput dari perhatian kita adalah bahwa kajian sejarah sejatinya terkait erat dengan kejadian-kejadian manusia masa lalu yang harus ditelaah sebagai implikasi pembebasan manusia. Dalam hal ini perlu ditekankan bahwa unsur-unsur kronik bukanlah peristiwa-peristiwa manusia melainkan “prilaku terluar” (outward behavior). Kronik, karenanya, adalah “kerangka sejarah” (the skeleton of history), atau sejarah tanpa “prinsip yang menghidupkan” (animating principle), sejarah tanpa signifikansi personal.

Menyentuh kerangka saja tidak akan mendidik generasi muda untuk mampu menangkap “semangat zaman” (spirit of the time). Dengan arti kata, pengajaran kronik semata tidak akan memandu generasi muda mendapatkan wawasan yang terkait dengan proses mental peristiwa masa lalu yang masih berlangsung dalam jiwa dan pikiran bangsa. Pada level ekstrem, kecenderungan yang berlebihan pada kronik hanya berakibat pada munculnya sebuah kealpaan psikologis dan drama etika yang kian parah di negeri ini, khususnya di kalangan kawula muda, yang bernama “buta sejarah”. Bila kita tidak tahu “akar tunggang” dari pelbagai krisis yang melanda negeri ini, bagaimana mungkin kita bisa melakukan pembebasan untuk menyongsong masa depan?

Tanpa adanya reformasi pengajaran sejarah yang serius, jangan harap lahirnya tunas-tunas muda bangsa yang paham dengan karkater bangsa dan sadar posisinya selaku pemilik masa depan. Jangan pula berharap akan munculnya pemuda dan pemudi yang kritis untuk mengoreksi kesalahan masa lalu dan arif untuk mengambil yang terbaik di masa silam guna direkonstruksi sesuai kebutuhan dewasa ini.

Mengingat proses “penemuan sejarah” (historical recovery) adalah sebuah proyek dan proses kolektif lintasgenerasi, program perbaikan sistem dan metode pengajaran sejarah perlu dilihat sebagai persoalan mendesak dalam reformasi sistem pendidikan kita. Penangguhan yang tidak tentu dalam upaya perbaikan ini hanya membuat larut apa yang bisa disebut sebagai “kelembaman nasional” (national inertia).

Bisakah program demikian didisain dan diimplementasikan? Saya yakin bisa. Sungguhpun saya tidak punya, atau belum punya, pengalaman mengajarkan sejarah, saya percaya bahwa kita punya ratusan guru sejarah yang berpengalaman dalam sistem kita untuk membimbing sekolah-sekolah kita menuju metode pengajaran sejarah yang otentik, jujur dan ‘tercerahkan’. Diharapakan reformasi pengajaran sejarah ini pada akhirnya akan membangkitkan sense of ideal bangsa ini untuk masa depan. Memahami sense of ideal ini amat krisial, seperti yang dinyatakan oleh Abba Eban pada 1986, “Suatu bangsa menulis sejarahnya dalam citra idealnya” (A nation writes its history in the image of its ideal). Saya percaya bahwa kita akan berhenti menjadi bangsa yang ragu-ragu mengenai masa depan kita begitu kita mengerti bahwa cita dan ideal kita adalah untuk masa depan negeri ini, terutama kaum muda sebagai pelaku sejarah umat manusia abad-aband mendatang.

http://donnysyofyan.blog.friendster.com/2007/09/sejarah-meneguhkan-masa-depan/

Apa yang dimaksud dengan sejarah sebagai peristiwa?

Sejarah merupakan bagian penting dari perjalanan sebuah ummat, bangsa, negara, maupun individu. Keberadaan sejarah merupakan bagian dari proses kehidupan itu sendiri.. Oleh karena itu tanpa mengetahui sejarah, maka proses kehidupan tidak akan dapat diketahui. Dengan demikian melalui sejarah itu pulalah manusia dapat mengambil banyak pelajaran dari proses kehidupan suatu ummat, bangsa, negara dan sebagainya. Di antara pelajaran penting yang dapat diambil dari sejarah adalah mengambil sesuatu yang baik dari suatu ummat, bangsa dan negara untuk senantiasa dilestarikan dan dikembangkan. Sedangkan terhadap hal-hal yang tidak baik, sedapat mungkin ditinggalkan dan dihindari.

Sejarah pada hakekatnya dibatasi oleh dua pengertian yaitu sejarah dalam arti subyektif dan sejarah dalam arti obyektif. Sejarah dalam arti subyektif adalah bangunan yang disusun oleh penulis sebagai suatu uraian atau cerita, maka memuat unsur-unsur dan isi penulis atau pengarang (subyek). Sedangkan sejarah dalam arti obyektif menunjuk kepada kejadian atau peristiwa itu sendiri atau keseluruhan pada proses peristiwa atau kejadian berlangsung terlepas dari unsur-unsur subyek seperti pengamat atau pencerita.

Dari penjelasan di atas apakah Anda sudah memahami? Kalau sudah memahami silahkan pelajari kembali penjelasan berikutnya. Setiap peristiwa kejadian yang berlangsung dalam suatu masyarakat, kalau dilihat dari segi waktu, maka akan terlihat adanya 4 hal, yaitu:
a) perkembangan;
b) kesinambungan;
c) pengulangan; dan
d) pergeseran.

Mengenai contoh dari 4 hal tersebut dapat Anda temukan pada setiap peristiwa/kejadian dalam sejarah
........................
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20080721073745AA55awp

Senin, 08 Juni 2009

SEJARAH SEBAGAI SENI

Sejarah sebagai seni nampak dalam ciri-ciri sebagai berikut (Kuntowijoyo, 1995) :
1. Sejarah memerlukan intuisi.
Kerja sorang sejarawan tidak cukup hanya mengandalkan metode dan rasionalitas yang dimilikinya, melainkan pula memerlukan intuisi yang berlangsung secara naluriah atau instinktif. Ini terjadi bukan saja dalam tahap interpretasi ataupun historiografi, melainkan berlangsung pada seluruh proses kerja sejarawan. Proses heuristik juga memerlukan ars in veniendi (seni mencari).

2. Sejarah memerlukan imaginasi.
Penggunaan imaginasi di dalam penulisan sejarah sangat penting dalam menyusun deskripsi sejarah. Imaginasi membantu untuk mampu membayangkan bagaimana proses sejarah itu terjadi. Sekalipun sejarah tak dapat dilepas dari imaginasi, namun sejarah tetap sejarah dan bukannya fiksi. Kebenaran objektivitas dan faktual sejarah tetap menjadi landasan kerja bagi seorang sejarawan.

3. Sejarah memerlukan emosi.
Sejarah yang dibahas adalah sejarahnya manusia. Manusia utuh adalah seorang pribadi yang bukan saja memiliki pikiran, namun juga memiliki perasaan. Untuk itu di dalam membuat deskripsi sejarah seorang sejarawan harus mampu menyatukan diri secara padu dengan objek yang ingin dideskripsikan. Bercerita tentang sejarah harus mampu menghadirkan objek ceritanya kepada pembaca atau pendengarnya seolah-olah mereka berhadapan sendiri dengan tokoh yang diceritakan. Sejarawan memerlukan emphati ( perasaan ) dengan segala afeksi-nya.

4. Sejarah memerlukan gaya bahasa.
Penulisan gaya bahasa memiliki peranan yang penting dalam mengkomunikasikan kisah atau cerita sejarah. Hasil penulisan sejarah tersebut menarik atau tidaknya cerita sejarah banyak bergantung pada gaya penyampaiannya. Gaya bahasa yang baik tidak harus berarti menggunakan bahasa yang berlebihan. Di dalam penulisan sejarah harus menggunakan bahasa yang efektif. Kadang-kadang bahasa sederhana justru lebih menarik dan komunikatif. Hanya harus diperhatikan bahwa seorang sejarawan harus mampu memberikan deskripsi secara detail. Sejarawan harus mampu mendeskripsikan peristiwa sejarah sebagai layaknya seorang pelukis melukiskan secara naturalis.
Sejarah sebagai seni menjadi nyata mempunyai kedudukan dengan ditempatkannya Jurusan Sejarah di universitas-universitas sebagai bagian dari Fakultas Ilmu Budaya. Bukan tanpa alasan ilmu sejarah berupaya menampilkan segala sesuatu yang sungguh faktual, namun yang faktual itu dikomunikasikan dengan cara dan gaya yang menarik, agar keindahan-Nya dapat dinikmati.
SUMBER TULISAN :
http://education.feedfury.com/content/17144179-sejarah_sebagai_ilmu.html

Penelitian Sejarah

Bidang penelitian sejarah jika dipandang dari dimensi manusia (in human dimension) sejarah mencakup seluruh dimensi kehidupan manusia. Sejarah, karenanya, merupakan bidang ilmu pengetahuan dan bidang penelitian yang sangat luas, seluas waktu, tempat, dan dimensi (aspek) kehidupan manusia itu sendiri. Dengan demikian bidang studi, kajian, atau penelitian sejarah tak dapat tidak harus dibagi-bagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil sesuai dengan waktu, ruang, dan dimensi atau aspek-aspek kehidupan yang ingin dikajinya. Namun sejarah harus dikaji pula secara dan sebagai keseluruhan dan kesatuan yang padu dari ketiga-tiganya, waktu (time), ruang (space) dan dimensi (dimension) manusia. Maka terdapat pula 3 (tiga) macam pembagian bidang sejarah, yang berdasarkan periode waktu, wilayah geografis, dan tema (dimensi atau aspek kehidupan)-nya :

1. Berdasarkan Periode Waktu
Berdasarkan periode waktunya bidang penelitan sejarah dapat dibagi menjadi 5 (lima) periode atau masa:
(1) Periode atau Masa Prasejarah,
(2) Periode atau Masa Kuno,
(3) Periode atau Masa Madya (Pertengahan),
(4) Periode atau Masa Modern (Baru),
(5) Periode atau Masa Mutakhir (Kontemporer)

2. Berdasarkan Wilayah Geografis :
Berdasarkan wilayah geografisnya (dari yang paling luas hingga yang paling kecil sempit wilayahnya) sejarah terbagi menjadi :
(1) Sejarah Dunia (World History) : mencakup seluruh dunia
(2) Sejarah Wilayah (Area History) : seperti Sejarah Asia Timur, Sejarah Asia-Pasifik, Sejarah Asia Tenggara, Sejarah Asia Selatan, Sejarah Asia Barat, Sejarah Amerika Utara, Sejarah Amerika Latin, Sejarah Afrika Utara, dan lain sebagainya.
(3) Sejarah (Negara) Nasional : seperti Sejarah (Nasional) Indonesia, Sejarah Jepang, Sejarah Cina, Sejarah Filipina, Sejarah India, dan sebagainya.
(4) Sejarah Daerah (regional history) : seperti misalnya buku Anton E. Lucas : Peristiwa Tiga Daerah: Revolusi dalam Revolusi (1989).
(5) Sejarah Kota : seperti buku Clifford Geertz : The Social History of an Indonesian Town (1965). Juga buku Y.M. Yeung dan C.P. Lo (eds): Chaning South-East Asian Cities : Reading on Urbanization (1976).
(6) Sejarah Desa : seperti buku Koentjaraningrat (ed) : Villages in Indonesisa (1967); Buku Burger, D.H.: Laporan mengenai Desa Pekalongan dalam Tahun 1869 dan 1928 (Jakarta : Bhratara,1971).

3. Berdasarkan Tema (dimensi atau aspek kehidupan) :
Berdasarkan temanya dapat berbentuk :
(1) Sejarah Politik,
(2) Sejarah Ekonomi,
(3) Sejarah Sosial,
(4) Sejarah Budaya,
(5) Sejarah Seni,
(6) Sejarah Ilmu Pengetahuan,
(7) Sejarah Teknologi
(8) Sejarah Pertanian,
(9) Sejarah Pelayaran dan Perdagangan,
(10) Sejarah Perindustrian
(11) Sejarah Hukum,
(12) Sejarah Konstitusi,
(13) Sejarah Diplomasi,
(14) Sejarah Agama,
(15) Sejarah Militer,
(16) Sejarah Maritim,
(17) Sejarah Ruang Angkasa,
(18) Sejarah Perang,
(19) Sejarah Perdamaian, dan lain sebagainya.
4. Arah Baru Penelitian
Di samping ketiga bidang penelitian sejarah sebagai tersebut di atas, akhir-akhir ini nampak adanya suatu arah baru (new directions) dalam bidang penelitian sejarah, terutama di negara-negara maju (Jules R. Benjamin, 1982 : 9-10). Sejarawan-sejarawan mulai menjajagi aspek-saspek lain dari masa lampau. Sejarawan-sejarawan psycho (psychohistorians) mulai mengkaji perkembangan emosional dari individu-individu, keluarga, bahkan kelompok-kelompok. Mereka mencoba menjelaskan tindakan-tindakan, pendapat, serta reaksi emosional sebagian masyarakat terhadap perkembangan-perkembangan sosial akhir-akhir ini seperti perang, depresi, konflik antar kelompok dan etnik. Arah baru lainnya adalah sejarah sains dan teknologi (history of science and technology). Fokusnya di sini adalah pada evolusi ilmu pengetahuan, ialah bagaimana tumbuhnya suatu pengetahuan dan bagaimana pula pengaruh dan aplikasinya dalam masyarakat. Sejarah demografi (historical demography) mengkaji jumlah dan distribusi penduduk dan dampaknya terhadap perubahan-perubahan sosial, juga merupakan salah satu sisi dari arah baru studi sejarah. Sejarah etnik (etnohistory) adalah cabang sejarah budaya yang mengkaji budaya-budaya individual atau kontak antar budaya yang berbeda, agar dapat melacak sebab-sebab perubahan budaya. Sedang sejarawan-sejarawan lingkungan (environmental historians) menguji interaksi antara komunitas manusia dengan habitat mereka.
Bidang baru penelitian sejarah lainnya ialah studi kehidupan pribadi (private life), suatu subjek kajian yang memiliki signifikansi histories yang tidak kalah menariknya. Bidang ini termasuk sejarah keluarga, sejarah olah raga, sejarah film, sejarah anak-anak, dan yang cukup berkembang dan berpengaruh adalah studi sejarah wanita.
Reorientasi bidang-bidang tradisional dalam penelitian sejarah juga merupakan suatu arah baru. Jadi, sekarang terdapat bidang-bidang : sejarah sosial ’’baru’’, sejarah politik ’’baru’’, dan juga sejarah ekonomi ’’baru’’. Beberapa ahli di bidang-bidang ini ingin melihat perkembangan lebih jauh berdasarkan hasil-hasil studi yang telah ada untuk mendapatkan bukti-bukti perkembangan baru perilaku-perilaku kelompok mengenai : pola pemberian suara (voting), keanggotaan kelompok, affiliasi keagamaan, standar hidup, dan lain sebagainya. Bukti-bukti tersebut digunakan untuk memantapkan pemahaman mengenai aspek-aspek dasar kehidupan di masa lampau dan untuk menguji akurasi asumsi-asumsi yang dibuat oleh para ahli dengan bukti-bukti yang lebih impresionistik, yakni : buku harian, pidato-pidato publik, novel, sejarah kontemporer, peristiwa-peristiwa politik, dan sebagainya.
Dua arah ’’baru’’ penelitian sejarah, yang sebenarnya sudah sangat tua adalah : genealogi dan sejarah lokal. Bidang-bidang ini kembali menjadi penting terutama untuk memperkokoh dan menemukan kembali asal-usul pribadi dan keluarga dan kekerabatan mereka di masa lampau. Genealogi adalah cabang studi sejarah keluarga (family history). Sejarah lokal (local history) membangkitkan kembali entusiasme dan afeksi para penghuninya, juga para ahli, untuk meneliti mengenai evolusi kota, komunitas, dan lingkungan sekitarnya.
Arah-arah baru bidang penelitian ini diharapkan memperkaya dan memberi perspektif baru dalam pengembangan penelitian sejarah yang sudah ada.
sumber tulisan :
http://education.feedfury.com/content/17146946-bidang_penelitian_sejarah.html

SITUS PURBAKALA GOA BATU BABI

TEMPAT TINGGAL MASYARAKAT PRASEJARAH GUA BABI
DESA RANDU KECAMATAN MUARA UYA
ISI RIWAYAT SINGKAT

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Balai Arkeologi Banjarmasin berupa ekskavasi ( penggalian arkeologi ) dan penetapan terhadap situs prasejarah GUA BABI pada tanggal 19 Maret sampai dengan 1 April 1996 yang merupakan tindak lanjut dari survey prasejarah di Pegunungan Meratus pada tahun 1995. Situs ini terletak di desa Randu, Kecamatan Muara Uya, kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan. Hasil penelitian ini sangat penting bagi pemahaman proses budaya dan kronologi prasejarah setempat secara khusus dan Kalimantan secara umum, yang pernah terjadi sejak akhir Kala Plestosen dan awal Kala Holosen, sekitar 10.000 tahun yang silam. Ciri budaya yang berhasil diidentifikasi adalah pemanfaatan gua untuk pemukiman, dengan berbagai tinggalan yang terutama mengacu pada tingkatan tekhnologi mesolitik ( tekhnologi batu madya ) dan neolitik ( tekhnologi batu muda ).
Hasil-hasil penelitian adalah sebagai berikut :

Gua Babi merupakan salah satu gua dari sekitar 45 gua yang ada pada pegunungan karet di Desa Randu di kaki barat pegunungan Meratus. Morfologi gua merupakan gabungan antara gua ( cave ) dan ceruk paying ( rock shelter ) ceruk payung merupakan teras gua ( selanjutnya disebut teras gua ) berukuran panjang 25 meter ( utara selatan ) dan lebar 10 meter ( timur barat ). Penelitian tahun 1995/1996 difokuskan diteras gua berdasarkan temuan permukaan berupa konsentrasi sisa-sisa makanan berupa cangkang-cangkang kerang ( gastropoda ) = siput, dan pelecpoda = kerang ) dalam konteks erat dengan peralatan manusia prasejarah berupa alat-alat batu berbentuk serpih dan bilah, dan juga temuan gerabah polos maupun gerabah hias. Empat buah kotak ekskavasi telah dibuka selama penelitian dengan kedalaman antara 120 cm hingga 220 cm, ditujukan untuk mendapatkan data mengenai lapisan budaya ( cultural layers ), untuk penjelasan mengenai proses-proses budya.

Penggalian keempat kotak eksvasi menunjukkan hasil yang sangat signifikan. Pada kedalaman sekitar 20 cm dari permukaan teras, ditemukan lapisan arkeologis yang dicari, yaitu berupa tumpukan kerang Gastropoda yang bercampur dengan alat­alat batu dalam kuantitas sangat padat, dan juga pecahan-pecahan gerabah polos dan berhias, bercampur dengan berbagai sisa binatang darat ( terrestrial animal ) dan binatang air ( aquatic animal ). Lapisan budaya ini praktis mencakup seluruh teras gua, kecuali teras tertinggi di bagian selatan. Lapisan budaya dibagian tengah gua bercampur dengan abu dan arang sisa pembakaran, sehingga di interprestasikan bahwa pengolahan makanan dilakukan pada teras bagian tengah.

Temuan – temuan terdiri atas :
a. Alat-alat batu : Kuantitas padat, hingga kedalaman 150 cm. Tipologi yang diperoleh adalah alat serpih, bilah, serut, bor dan juga alat-alat massif berupa kapak perimbas.
Mayoritas alat-alat ini adalah alat-alat mesolitik, disertai pula oleh beberapa tekhnologi lebih tua dari tingkatan paleolitik. Dilain pihak, juga ditemukan beberapa buah batu guling ( pestle ), yang jelas merupakan salah satu unsur budaya neolitik.
b. Pecahan tembikar : sebagian besar merupakan tembikar berhias, dibuat dengan tatap Pelandas ( paddle and anvil ) yang di gabungkan dengan roda putar (wheel). Hiasan yang menonlol adalah hias tera tatap ( paddle marked ) yang terdiri dari berbagai motif hias yaitu tatap tali ( cord-mark ) dan jala. Hias tatap tali merupakan unsur hiasan yang sangat tua, yang sudah muncul sejak tingkatan neolitik.
c. Alat-alat tulang : ditemukan pada kedalaman 60-80 cm, berupa penusuk ( point ), atau sumpit, salah satu tulang dikerjakan, berasal dari tulang lengan monyet yang dengan sengaja dilubangi, mungkin dipakai sebagai perhiasan.
d. Sisa-sisa kerang : ditemukan sangat rapat dan padat pada lapisan arkeologis, berasal dari bangsa Gastropoda ( siput ) dan Pelecypoda ( kerang ).
e. Sisa-sisa binatang vertebrata : ditemukan sejak permukaan tanah hingga kedalaman 220 cm. Jenisnya berupa binatang kecil ( mikrofauna ). Identifikasi menunjukkan jenis-jenis : kerbau ( Bovidae ), rusa ( Cervidae ), babi hutan ( Sus barbatus ), kancil ( Tragulida ), beruang ( ursus sp ), landak ( Hystricidae ), tikus ( Maridae ), bulus ( Testudinidae ), biawak ( paranidae ), dan ular sanca ( phyton ). Analisis kontektual menunjukkan bahwa binatang-binatang ini juga merupakan bagian subsistensi dari penghuni Gua Babi.
f. Sisa-sisa manusia : merupakan fragmen-fragmen tengkorak, gigi, dan tangan. Secara lebih rinci temuan tersebut adalah pecahan tengkorak parietal dan occipital, gigi taring ( canin ) rahang atas ( maxilia ) kiri dan taring rahang bawah ( mandibula ) kanan serta bagian tulang tangan ( phalanx ). Sebagian dari pragmen tengkorak sudah mengalami proses fosollisasi cukup lanjut. Jenis taxon : Homo sapiens.

Secara kontekstual antara lapisan tanah, lapisan budaya, dan jenis-jenis temuan, diketahui bahwa Gua babi ini merupakan salah satu tempat hunian sementara ( settement) di masa prasejarah, dimana manusia pendukung budaya di gua ini masih melakukan pengumpulan makanan ( foot-gathering )dari sumber-sumber makanan disekitarnya. Sudah pasti, bahwa mereka mencari makanan utama dari siput dan kerang air tawar, yang di bawa kegua untuk dimasak dibagian tengah teras gua. Selain itu, temuan sisa-sisa binatang vertebrata yang cukup melimpah hingga kedalaman 150 cm, menunjukkan bahwa perburuan binatang juga menjadi salah satu model subsistensi manusia diteras gua, dan bahkan ditemukan kapan perimbas dan penusuk dari batu gamping kersikan ( silicified-limestones ) yang ujungnya terdapat warna merah. Analisis mengaskopis terhadap warna merah ini diduga berasal dari darah binatang buruan pada saat pengolahan makanan, yang kemudian terserap oleh batu gamping sebagai bahan dasar pembuatan kapak perimbas tersebut, dan kemudian mengering.

Pertanggalan ( dating ) absolut ) dari okupasi manusia di Gua Babi belum dapat dipastikan saat ini. Karena pertanggalan untuk lapisan budaya baru akan dilakukan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional melalui metode pertanggalan Carbon-14 dengan memakai sampel arang dan kerang dari sisa pembakaran di bagian tengah gua. Meskipun demikian , berdasarkan analisis artefaktual dan kontektual, dapat dinyatakan bahwa gua ini sudah dihuni sejak tingkatan mesolitik hingga neolitik. Dalam konsepsi pengkerangkaan masa prasejarah secara umum di Indonesia, tingkatan tersebut sebanding dengan periode masa antara 1.000 hingga 4.000 tahun lalu. Penggalian oleh Balai Arkeologi Banjarmasin belum mencapai lapisan steril. Dengan unsure temuan kapak perimbas yang merupakan salah satu unsur temuan lebih tua, yaitu tingkatan paleolitik, maka ada keungkinan besar bahwa Gua Babi ini sudah di huni sejak Kala Plestosen.

Situs Gua Babi merupakan situs sangat penting bagi pemahaman pemanfaatan gua sebagai sarana tempat tinggal, yang selama ini belum pernah ditemukan di Kalimantan. Lebih dari itu, situs ini juga merupakan bahan telaah penting dalam penjelasan aspek migrasi yang terjadi pada periode Pasca-plestosen di Indonesia bagian tengah, terutama dalam kaitannya dengan gelombang migrasi dari utara ( Taiwan, Jepang dan Filipina ) dan penghunian gua-gua mesolitik di Silawesi. Oleh karena itu, Balai Arkeologi menganggap penting eksistensi situs Gua Babi, dan akan terus melakukan penelitian di Gua Babi untuk penjelasan masalah hunian gua, model subsitensi manusia pendukungnya, system penguburan gua maupun proses migrasi Pasca-Plestosen di Indonesia bagian tengah.

Dengan hasil penelitian Balai Arkeologi Banjarmasin tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa Gua Babi termasuk dalam kategori Benda Cagar Budaya ( BCB ), yang dilindungi oleh UU Nomor 5 tahun 1992, khususnya BAB I Pasal I.

SUMBER TULISAN :

http://hapbiker.wordpress.com/2008/11/10/situs-purbakala-goa-batu-babi/

PERIODISASI, KRONOLOGI DAN KRONIK

1.PERIODISASI
Periodisasi adalah pembabakan waktu yang digunakan untuk berbagai peristiwa. Periodisasi yang dibuat para ahli tentang suatu peristiwa yang sama dapat berbeda-beda bentuknya dikarenakan alasan pribadi atau subyektif.
2.KRONOLOGI
Kronologi adalah penentuan urutan waktu terjadinya suatu peristiwa sejarah. Kronologi berdasarkan hari kejadian atau tahun terjadinya peristiwa sejarah.
Manfaat kronologi adalah:
-dapat membantu menghindarkan terjadinya kerancuan dalam pembabakan waktu sejarah.
-dapat merekonstruksi peristiwa sejarah dimasa lalu berdasarkan urutan waktu dengan tepat.
-dapat menghubungkan dan membandingkan kejadian sejarah di tempat lain dalam waktu yang sama.
3.KRONIK
Kronik adalah catatan tentang waktu terjadinya suatu peristiwa sejarah.
http://hapbiker.wordpress.com/2007/08/29/periodisasi-kronologi-dan-kronik/

SUMBER, BUKTI, FAKTA SEJARAH

1.Sumber Sejarah
Beberapa pendapat dari ahli
a.R. Moh Ali
Sumber sejarah adalah segala sesuatu yang berwujud dan tidak berwujud serta berguna bagi penelitian sejarah Indonesia sejak zaman Purba sampai sekarang.
b.Zidi Gozalba
Sumber sejarah adalah warisan yang berbentuk lisan, tertulis, dan visual.
c.Muh yamin
sumber sejarah adalah kumpulan benda kebudayaan untuk membuktikan sejarah.
Dapat disimpulkan bahwa sumber sejarah adalah segala warisan kebudayaan yang berbentuk lisan, tertulis, visual serta daapat digunakan untuk mencari kebenaaran, baik yang terdapat di Indonesia maupun di luar wilayah Indonesia sejak zaman Prasejarah sampai sekarang.
Sumber sejarah terbagi menjadi 3 yaitu:
a.Sumber tertulis
sumber tertulis adalah segala keterangan dalam bentuk laporan tertulis yang memuat fakta-fakta sejarah secara jelas. sumber uini dapat ditemukan pada batu, kayu, kertas, dinding gua.
b.Sumber lisan
sumber lisan adalah segala keterangan yang dituturkan oleh pelaku atau saksi peristiwa yangterjadi di masa lalu. sumber ini merupakan sumber pertama yang digunakan manusia dalam mewariskan suatu peristiwa sejarah namun kadar kebenaran nya sangat terbatas karena terntung pada kesan, ingatan, dan tafsiran si pencerita.
c.Sumber benda
Sumber benda adalah segala keterangan yang dapat diperoleh dari benda-benda peninggalan budaya atau lazim dinamakan benda-benda purbakala atau kuno. sumber ini dapat ditemukan pada benda-benda yang terbuat dari batu, logam, kayu, tanah.
Sumber sejarah dapat juga dibedakan menjadi:
a.Sumber Primer
sumber primer adalah kesaksian dari seorang saksi yang melihat peristiwa bersejarah dengan mata kepala sendiri atau saksi denganmenggunakan panca indera lain atau dengan alat mekanis yang hadir pada peristiwa itu (saksi pandangan mata, misalnya kamera, mesin ketik, alat tulis, kertas. sumber primer haruslah sezaman dengan peristiwa yang dikisahkan.
b.Sumber Sekunder
sumber sekunder adalah kesaksian dari siapa pun yangbukan merupakan saksi pandangan mata, yaitu seseorang yang tidak hadir pada peristiwa yang dikisahkan . misalnya hasil liputan koran dapat menjadi sumber sekunder karena koran tidak hadir langsung pada suatu peristiwa. peliputnya (wartawan) yang hadir pada peristiwa itu terjadi.

2.Bukti Sejarah
Bukti sejarah terbagi menjadi:
a.Bukti tertulis
Bukti tertulis miripp dengan sumber tertulis pada sumber sejarah yang memuat fakta-fakta sejarah secara jelas. bukti tidak tertulis dapat berupa cerita atau tradisi.
b.Bukti tidak tertulis
Bukti tidak tertulis sudah barang tentu tidak berwujud benda konkret, meskiopun demikian mengandung unsur-unsur sejarah. bukti tidak tertulis dapat berupa cerita atau tradisi.

3.Fakta Sejarah
Fakta Sejarah adalah data yang terseleksi yang berasal dari berbagai sumber sejarah. dalam fakta sejarah terdapat beberapa unsur, yaitu:
a.Fakta Mental
Fakta Mental adalahkondisi yang dapat menggambarkan kemungkinan suasaana alam, pikiran, pandangan hidup, pendidikan, status sosial, perasaan, dan sikap yang mendasari penciptaan suatu benda. misalnya pembuatan pembuatan nekara perunggu.
b.Fakta Sosial
Fakta Sosial adalah kondisi yang dapat menggambarkan tentang keadaan sosial di sekitar tokoh pencipta benda, seperti suasana zaman, keadaan lingkungan, dan sistem kemasyarakatannya. berdasarkan hasil penemuan benda-benda sejarah , seorang sejarawan dapat memperkirakan fakta sosialnya.

Bukti dan fakta sejarah merupakan kumpulan peristiwa yang dipilih berdasarkantingkat keerartian dan keterkaitannya dengan proses sejarah tertentu. berbagai macam fakta yang pada awalnya berdiri sendiri direkonstruksi kembali menjadi satukesatuan yang saling berhubungan dan bermakna. berbagai peristiwa masa lalu, bahkan ratusan tahun lalu yang dapat direkonstruksi kembali berdasarkan sumber-sumber sejarah.

http://hapbiker.wordpress.com/2007/08/15/bukti-fakta-dan-sumber-sejarah/

Manfaat mempelajari sejarah adalah:

1.Kegunaan edukatif
kegunaan sejarah yang pertama adalah sebagai edukatif atau pelajaran. banyak manusia yang belajar dari sejarah.
belajar dari pengalaman yang pernah dilakukan.pengalaman tidak hanya terbatas pada pengalaman yangdialaminya sendiri,
melainkan juga dari generasi sebelumnya.manusia melalui belajar dari sejarah dapat mengembangkan potensinya. kesalahan pada masa lampau, baik kesalahan sendiri maupun kesalahan orang lain coba dihindari.
smentara itu, pengalaman yangbaik justru harus ditiru dan dikembangkan. dengan demikian, manusia dalam menjalani kehidupannya tidak berdasarkan coba-coba saja (trial and error), seperti yang dilakukan oleh binatang. manusia harus berusaha menghindari kesalahan yang sama untuk kedua kalinya.
2.Kegunaan inspiratif
kegunaan sejarah yang kedua adalah sebagai inspiratif. berbagai kisah sejarah dapat memberikan inspirasi pada pembaca dan pendengarnya. belajar dari kebangkitan nasional yang dipeloporii oleh bedirinya organisasi perjuangan yangmodern di awal abad ke-20, masyarakat Indonesia sekarang berusaha mengembangkan kebangkitan nasional ang ke2. Pada kebangkitan nasional yang pertama, bangsa indonesia berusaha merebut kemerdekaan yang sekarang ini sudah dirasakan hasilnya.
untuk mengembangkan dan mempertahankan kemerdekaan , bangsa indonesia ingin melakukan kebangkitan nasional yang ke-2 , dengan bercita-cita mengeajar ketertionggalan dari bangsa asing. bangsa indonesia tidak hanya ingin merdeka, tetapi juga ingin menjadi bangsa yang maju, bangsa yang mampu menyejahterakan rakyatnya. untuk itu, bangsa indonesia harus giat menguasai IPTEK karena melalui IPTEK yang dikuasai, bangsa indonesia berpeluang menjadi bangsa yang maju dan disegani, serta daapat ikut serta menjaga ketertiban dunia.
3.Kegunaan rekreatif
kegunaan sejaraha yang ketiga adalah sebagai kegunaan rekreatif. kegunaan sejarah sebagai kisah dapat memberi suatu hiburan yang segar. melalui penulisan kisah sejarah yang menarik pembaca dapat terhibur. gaya penulisan yanghidup dan komunikatif dari beberapa sejarawan terasa mampu “menghipnotis” pembaca. pembaca akan merasa nyaman membaca tulisan dari seajarawan. konsekuensi rasa senang dan daya taraik penulisan kisah sejarah tersebut membuat pembaca menjadi senang. membaaca menjadi media hiburan dan rekreatif. membaca telah menjadi ibagian dari kesenangan. membaca tealah dirasakan sebagai suatu kebutuhan, yaitu kebutuhan yang untuk rekreatif.
pembaca dalam mempelajari hasil penulisan sejarah tidak hanya merasa senang layaknya membaca novel, tetapi juga dapat berimajiasi ke masa lampau. disini peran sejarawan dapat menjadi pemandu (guide). orang yang ingin melihat situasi suatu daerah di masa lampau dapat membacanya dari hasil tulisan para sejarawan.
http://hapbiker.wordpress.com/2007/08/14/manfaat-mempelajari-sejarah/

Dasar-dasar Penelitian Sejarah

A.TAHAPAN PENELITIAN SEJARAH
Pertama yang harus dilakukan adalah menentukan topik penelitian dengan tujuan agar dalam melakaukan pencarian sumber-sumber sejarah dpat terarah dan tepat sasaran.Pemilihan topik penelitian dapatdidasarakan pada unsur-unsur berikut ini:
1.Bernilai
Peristiwa sejarah yang diungkap tersebut harus bersifat unik, kekal, abadi.
2.Keaslian (Orisinalitas)
Peristiwa sejarah yang diungkap hendaknya berupa upaya pembuktian baru atau ada pandangan baru akibat munculnya teori dan metode baru
3.Praktis dan Efesien
Peristiwa sejarah yang diungkap terjangkau dalam mencari sumbernya dan mempunyai hubungan yang erat dengan peristiwa itu.
4.Kesatuan
Unsur-unsur yang dijadikan bahan penelitian itu mempunyai satu kesatuan ide.

B.LANGKAH-LANGKAH DALAM PENELITIAN SEJARAH
Setelah menentukan topik penelitian selanjutnya meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
1.HEURISTIK (Pengumpulan Data)
Heuristik merupakan langkah awal dalam penelitian sejarah untuk berburu dan mengumpulkan berbagi sumber data yang terkait dengan masalah yang sedeang diteliti.misalnya dengan melacak sumber sejarah tersebut dengan meneliti berbagai dokumen, mengunjungi situs sejarah, mewawancarai para saksi sejarah.
2.KRITIK (VERIFIKASI)
Kritik merupakan kemampuan menilai sumber-sumber sejarah yang telah dicari (ditemukan). Kritik sumber sejarah meliputi kritik ekstern dan kritik intern.
a.Kritik Ekstern
kritik ekstern di dalam penelitian ilmu sejarah umumnya menyangkut keaslan atau keautentikan bahan yang digunakan dalam pembuatan sumber sejarah, seperti prasasti, dokumen, dan naskah.Bentuk penelitian yang dapat dilakukan sejarawan, misalnyatentang waktu pembuatan dokumen itu (hari dan tanggal) atau penelitian tentang bahan (materi) pembuatan dokumen itu sndiri.Sejarawan dapat juga melakukan kritik ekstern dengan menyelidiki tinta untuk penulisan dokumen guna menemukan usia dokumen. Sejarawan dapat pula melakukan kritik ekstern dengan mengidentifikasikan tulisan tangan, tanda tangan, materai, atau jenis hurufnya.
b.Kritik Intern
Kritik Intern merupakan penilaian keakuratan atau keautentikan terhadap materi sumber sejarah itu sendiri. Di dalam proses analisis terhadap suatu dokumen, sejarawan harus selalu memikirkan unsur-unsur yang relevan di dalam dokumen itu sendiri secara menyeluruh. Unsur dalam dokumen dianggap relevan apabila unsur tersebut paling dekat dengan apa yang telah terjadi, sejauh dapat diketahui berdasarkan suatu penyelidikan kritis terhadap sumber-sumber terbaik yang ada.
3.INTERPRETASI (penafsiran)
Interfretasi adalah menafsirkan fakata sejarah dan merangkai fakta tersebut hingga menjadi satu kesatuan yang harmonis dan masuk akal. Dari berbagi fakta yang ada kemudian perlu disusun agar mempunyai bentuk dan struktur. Fakta yang ada ditafsirkan sehingga ditemukan struktur logisnya berdasarkan fakta yang ada, untuk menghindari suatu penafsiran yang semena-mena akibat pemikiran yang sempit. Bagi sejarawan akademis, interfretasi yang bersifat deskriptif sajabelum cukup. Dalam perkembangan terakhir, sejarawan masih dituntut untuk mencari landasan penafsiran yang digunkan.
4.HISTORIOGRAFY (Penulisan Sejarah)
Historiogray adalah oses penyusunan fakta-fakta sejarah dan berbagai sumber yang telah diseleksi dalam sebuah bentuk penulisan sejarah. Setelah melakukan penafsiran terhadap data-data yang ada, sejarawan harus sadar bahwa tulisan itu bukan hanya sekedar untuk kepentingan dirinya, tetapi juga untuk dibavca orang lain. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan struktur dan gaya bahasa penulisan nya. Sejarawan harus menyadari dan berusaha agar orang lain dapat mengerti pokok-pokok pemikiran yang diajukan.

PRINSIP-PRINSIP DASAR DALAM PENELITIAN SEJARAH LISAN.
Metode sejarah lisan adalah suatu metode pengumpulan data atau bahan guna penulisan sejarah yang dilakukan sejarawan melalui wawancara terhadap para pelaku sejarah yang ingin diteliti. Di Indonesia metode wawancara dalam penulisan sejarah mulai dikembangkan dengan diawali adanya proyek sejarah lisan yang ditangani oleh Badan Arsip Nasional.
Berkembangnya metode wawancara dalam penulisan sejarah di Indonesia dilatarbelakangi oleh sulitnya menemukan jejak masa lampau berupa dokumen yang sezaman serta makin berkembangnya perhatian studi sejarah yangmengarah ke subyek masyarakat berupa orng kecil dalam peristiwa kecil yang biasanya tidak meninggalkan jejak berupa dokumen.
Wawancara adalah kegiatan melakukan tanya jawab dengan narasumber untuk mendapatkan keterangan tertentu. Wawacara merupakan teknik pengumpulan data yang amat penting dalam penelitian survey selain teknik utama berupa Observasi. Oleh karena itu, dalam penelitian survei, teknik wawancara merupakan pembantu utama dari metode Observasi.

Teknik pengumpulan data dengan wawancara terbagi menjadi tiga macam:
1.Poll Type Interview
Wawancara dialkukan dengan cara mengajukan pertanyaan dengan jawabanyang etalah ditentukan, narasumber tinggal memilih jawaban yang ada.
2.Open Type Interview
Wawancara dilakuakn dengan cara pertanyaan ditentukan terlebih dahulu, sedangkan narasumber dapat menjawab bebas.
3.Nonstructured Interview
Wawancara dilakukan dengan cara pertanyaan ataupun jawaban tidak ditentukan sebelumnya.
Teknik wawancara merupakan teknik yang bersifat pelengkap artinya wawancara digunakan untuk melengkapi data atau informasi yang berasal dari sumber dokumen. amun apabila dumber dokumen tidak ada barulah informasi hasil wawancara dapat dianggap sebagai bahan pokok penelitian.

Beberapa persiapan sebelum melakukan wawancara antara lain:
1.seleksi individu untuk diwawancarai
2.pendekatan terhadap orang yang akan diwawancarai
3.mengembangkan suasana lancar dalam wawancara
mempersiapkan pokok masalah yang akan dikemukakan (ditanyakan)

sumber tulisan :

http://hapbiker.wordpress.com/2007/11/27/tahapan-tahapan-dalam-penelitian-sejarah/

Kamis, 04 Juni 2009

Mata Pelajaran : Sejarah Kelas/Semester : X/1 Standar Kompetensi : 1. Memahami Prinsip Dasar Ilmu Sejarah Kompetensi Dasar : 1.2. Menjelaskan Tradisi Sejarah dalam Masyarakat Indonesia Masa Praaksara dan Masa Aksara Indikator : Mengidentifikasi jejak sejarah di dalam folklore, mitologi, legenda, upacara, dan nyanyian rakyat dari berbagai daerah di Indonesia Alokasi Waktu : 1x45 menit Tujuan Pembelajaran Peserta didik mampu untuk: Mengidentifikasi jejak sejarah di dalam folklore Mengidentifikasi jejak sejarah di dalam mitologi Mengidentifikasi jejak sejarah di dalam legenda Mengidentifikasi jejak sejarah di dalam nyanyian rakyat Mengidentifikasi jejak sejarah di dalam upacara Materi Pembelajaran Folklore Mitologi Legenda Nyanyian rakyat Upacara Metode Pembelajaran Ceramah, diskusi Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran Pertemuan Pertama Kegiatan Pendahuluan Apersepsi guru menanyakan pada peserta didik mengenai mitologi Nyai Roro Kidul. Menyampaikan tujuan pembelajaran. Kegiatan Inti Guru menjelaskan materi dengan transparansi peta konsep mengenai folklore, mitologi, legenda, upacara, dan nyanyian rakyat dari berbagai daerah di Indonesia (hal 36 - 47). Peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari empat orang siswa untuk mendiskusikan mengenai mite, legenda, nyanyian rakyat, dan upacara yang ada di daerah asalnya dan fakta sejarah apa yang terkandung di dalamnya (Aktivitas hal 47). Kegiatan Penutup Bersama-sama melakukan refleksi materi yang telah dibahas. Menarik kesimpulan materi. Sumber Belajar Kurikulum KTSP dan perangkatnya Pedoman Khusus Pengembangan Silabus KTSP SMA - Buku sumber Sejarah SMA – (hal 36 - 47) Peta konsep OHP Buku-buku penunjang yang relevan Internet Penilaian Unjuk kerja dalam bentuk diskusimengenai mite, legenda, nyanyian rakyat, dan upacara yang ada di daerah asal peserta didik dan fakta
http://www.sman2-pontianak.sch.id/filesharing/index.php?action=downloadfile&filename=3.%20RPP%20SEJARAH.doc&directory=public_downloads/Menghadapi%20ujian%20nasional/Sejarah&PHPSESSID=195d2f17897fe2f51f541d6cdf23bdd6
Mata Pelajaran : Sejarah Kelas/Semester : X/1 Standar Kompetensi : 1. Memahami Prinsip Dasar Ilmu Sejarah Kompetensi Dasar : 1.2. Menjelaskan Tradisi Sejarah dalam Masyarakat Indonesia Masa Praaksara dan Masa Aksara Indikator : - Menjelaskan cara masyarakat masa prasejarah mewariskan masa lalunya Mengidentifikasi tradisi masyarakat masa prasejarah Alokasi Waktu : 1x45 menit Tujuan Pembelajaran Peserta didik mampu untuk: Menjelaskan cara masyarakat masa prasejarah mewariskan masa lalunya Menyebutkan ciri-ciri tradisi lisan Mengidentifikasi tradisi masyarakat masa prasejarah pada sistem kepercayaan, mata pencaharian, kemasyarakatan, budaya dan seni, dan pengetahuan Materi Pembelajaran Cara masyarakat masa prasejarah mewariskan masa lalunya Tradisi lisan Tradisi masyarakat masa prasejarah pada sistem kepercayaan, mata pencaharian, kemasyarakatan, budaya dan seni, dan pengetahuan Metode Pembelajaran Pendekatan model ICT dan life skill Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran Pertemuan Pertama Kegiatan Pendahuluan Apersepsi guru menanyakan pada peserta didik mengenai pengertian masa prasejarah. Menyampaikan tujuan pembelajaran. Kegiatan Inti Guru menjelaskan materi dengan transparansi peta konsep mengenai cara masyarakat masa prasejarah mewariskan masa lalunya (hal 28). Guru menerangkan dengan singkat mengenai unsur-unsur tradisi dan sistem kebudayaan manusia (hal 32). Peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok untuk melakukan unjuk kerja diskusi secara kelompok mengenai tradisi masyarakat masa prasejarah (Aktivitas hal 36). Peserta didik ditugaskan membuat uraian analisis mengenai tradisi bercerita di daerahnya. Tugas dikumpulkan pada pertemuan berikutnya (Aktivitas hal 32). Kegiatan Penutup Bersama-sama melakukan refleksi materi yang telah dibahas. Menarik kesimpulan materi. Sumber Belajar Kurikulum KTSP dan perangkatnya Pedoman Khusus Pengembangan Silabus KTSP SMA - Buku sumber Sejarah SMA – Peta konsep OHP Buku-buku penunjang yang relevan Internet Penilaian Unjuk kerja dalam bentuk diskusi mengenai tradisi masyarakat masa prasejarah (Aktivitas hal 36). Portofolio dalam bentuk uraian analisis mengenai tradisi bercerita di daerahnya. Lembar Penilaian Diskusi
http://www.sman2-pontianak.sch.id/filesharing/index.php?action=downloadfile&filename=3.%20RPP%20SEJARAH.doc&directory=public_downloads/Menghadapi%20ujian%20nasional/Sejarah&PHPSESSID=195d2f17897fe2f51f541d6cdf23bdd6
Mata Pelajaran : Sejarah Kelas/Semester : X/1 Standar Kompetensi : 1. Memahami Prinsip Dasar Ilmu Sejarah Kompetensi Dasar : 1.1. Menjelaskan Pengertian dan Ruang Lingkup Sejarah Indikator : Memberikan contoh pengertian generalisasi, periodisasi, dan kronologi Alokasi Waktu : 1x45 menit Tujuan Pembelajaran Peserta didik mampu untuk: Menjelaskan pengertian generalisasi, periodisasi, dan kronologi Menjelaskan suatu kejadian termasuk ke dalam generalisasi, periodisasi, dan kronologi sejarah Memberikan contoh tentang generalisasi, periodisasi, dan kronologi Materi Pembelajaran Pengertian generalisasi, periodisasi, dan kronologi Metode Pembelajaran Ceramah, pemberian tugas penyusunan kronologi dan peta konsep, tanya jawab Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran Kegiatan Pendahuluan Apersepsi guru menayangkan gambar pertumbuhan manusia dari bayi sampai dewasa disertai dengan peristiwa yang dialami manusia tersebut dan menanyakan kepada siswa maksud dari gambar tersebut. Menyampaikan tujuan pembelajaran. Kegiatan Inti Guru menjelaskan materi generalisasi, periodisasi, dan kronologi (hal 14 – 18). Guru memperlihatkan contoh kronologi dari peristiwa-peristiwa bersejarah di Indonesia (skema hal 17). Peserta didik menyusun periodisasi hidup sejak lahir sampai saat ini dalam bentuk garis waktu pada selembar kertas (Aktivitas hal 18). Tanya jawab tentang generalisasi, periodisasi, dan kronologi. Kegiatan Penutup Bersama-sama melakukan refleksi materi yang telah dibahas. Menarik kesimpulan materi. Sumber Belajar Kurikulum KTSP dan perangkatnya Pedoman Khusus Pengembangan Silabus KTSP SMA - Buku sumber Sejarah SMA – (hal 14 – 18) Peta konsep OHP Buku-buku penunjang yang relevan Internet Penilaian Portofolio dengan menyusun periodisasi hidup Penilaian peta konsep Format Penilaian Penyusunan Periodisasi Hidup  Nama Peserta DidikAspek yang dinilaiNilai KualitatifNilai KuantitatifStruktur/logika dan keakuratan penulisan periodisasi hidupOrisinalitas periodisasi hidupKreativitas bentuk Penggunaan warnaJumlah Nilai 
http://www.sman2-pontianak.sch.id/filesharing/index.php?action=downloadfile&filename=3.%20RPP%20SEJARAH.doc&directory=public_downloads/Menghadapi%20ujian%20nasional/Sejarah&PHPSESSID=195d2f17897fe2f51f541d6cdf23bdd6

Zaman Pra Aksara dan Pra Sejarah

Pengertian Masa Pra Aksara
Masa pra aksara atau biasa disebut masa prasejarah
adalah masa kehidupan manusia sebelum mengenal tulisan.
Manusia yang diperkirakan hidup pada masa pra aksara
adalah manusia purba. Pada masa ini, kita tidak dapat
mengetahui sejarah serta kebudayaan manusia melalui
tulisan. Satu-satunya sumber untuk mengetahui kehidupan
manusia purba hanya melalui peninggalan-peninggalan
mereka yang berupa fosil, alat-alat kehidupan, dan fosil
tumbuh-tumbuhan maupun hewan yang hidup dan
berkembang pada masa itu.


Zaman pra aksara berlangsung sangat lama, yaitu sejak
manusia belum mengenal tulisan hingga manusia mulai
mengenal dan menggunakan tulisan. Zaman manusia
mengenal dan menggunakan tulisan disebut zaman aksara
atau zaman sejarah.
Zaman pra aksara di Indonesia berlangsung sampai
abad ke-3 Masehi. Jadi, pada abad ke-4 Masehi, manusia
Indonesia baru mulai mengenal tulisan. Hal ini dapat
diketahui dari batu bertulis yang terdapat di Muara Kaman,
Kalimantan Timur. Meskipun prasasti tersebut tidak berangka
tahun, tetapi bahasa dan bentuk huruf yang digunakan
menunjukkan bahwa prasasti tersebut dibuat kurang lebih
tahun 400 Masehi.
Tabir perkembangan kehidupan masyarakat pra aksara
Indonesia, dapat diketahui dalam pembabakan zaman pra
aksara berdasarkan arkeologi dan ciri kehidupan masyarakat.
1. Pembabakan zaman pra aksara berdasarkan
arkeologi
Zaman pra aksara berdasarkan penggalian arkeologi,
dapat dibagi menjadi dua zaman sebagai berikut.
Pengertian Masa Pra Aksara




Masa Pra Aksara di Indonesia

a. Zaman batu
Zaman batu menunjuk pada suatu
periode di mana alat-alat kehidupan
manusia terbuat dari batu, meskipun
ada juga alat-alat tertentu yang terbuat
dari kayu dan tulang. Tetapi, pada
zaman ini secara dominan alat-alat
yang digunakan terbuat dari batu.
Dari alat-alat peninggalan zaman batu tersebut, maka
zaman batu dibedakan lagi menjadi tiga periode sebagai
berikut.
1) Zaman batu tua (Palaeolithikum)
Zaman batu tua merupakan suatu masa di mana hasil
buatan alat-alat dari batunya masih kasar dan belum
diasah sehingga bentuknya masih sederhana. Misalnya,
kapak genggam. Hasil kebudayaan Palaeolithikum
banyak ditemukan di daerah Pacitan dan Ngandong
Jawa Timur.
2) Zaman batu madya (Mesolithikum)
Zaman batu madya merupakan masa peralihan di
mana cara pembuatan alat-alat kehidupannya lebih
baik dan lebih halus dari zaman batu tua. Misalnya,
pebble/kapak Sumatera.
3) Zaman batu muda (Neolithikum)
Zaman batu muda merupakan suatu masa di mana
alat-alat kehidupan manusia dibuat dari batu yang
sudah dihaluskan, serta bentuknya lebih sempurna
dari zaman sebelumnya. Misalnya, kapak persegi
dan kapak lonjong.








b. Zaman logam


Dengan dimulainya zaman logam, bukan berarti ber-
akhirnya zaman batu, karena pada zaman logampun
alat-alat dari batu terus berkembang bahkan sampai
sekarang. Sesungguhnya, nama zaman
logam hanyalah untuk menyatakan
bahwa pada zaman tersebut alat-alat
dari logam telah dikenal dan digunakan
secara dominan.
Perkembangan zaman logam di Indo-
nesia berbeda dengan yang ada di
Eropa, karena zaman logam di Eropa
mengalami tiga pembagian zaman,
yaitu zaman tembaga, zaman perunggu,
dan zaman besi. Sedangkan di Indonesia khususnya dan
Asia Tenggara umumnya tidak mengalami zaman
tembaga tetapi langsung memasuki zaman perunggu
dan besi secara bersamaan. Dan hasil temuan yang lebih
dominan adalah alat-alat dari perunggu sehingga zaman
logam disebut juga dengan zaman perungggu.
2. Pembabakan zaman pra aksara berdasarkan ciri
kehidupan mayarakat
Zaman pra aksara di Indonesia berdasarkan ciri kehi-
dupan masyarakat, dibagi dalam empat babak, yaitu masa
berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana,
masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut,
masa bercocok tanam, dan masa perundagian.
a. Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat
sederhana
Pada masa ini, kehidupan manusia hanya terpusat pada
upaya mempertahankan diri di tengah-tengah alam yang
penuh tantangan, dengan kemampuannya yang masih
sangat terbatas. Kegiatan pokoknya adalah berburu dan
mengumpulkan makanan, dengan peralatan dari batu,
kayu, dan tulang. Kehidupan manusia masih sangat
tergantung pada alam lingkungan sekitarnya.
1) Keadaan lingkungan
Kepulauan Indonesia terletak di antara dua benua,
yaitu Benua Asia dan Benua Australia. Ada pengaruh
iklim dan pengaruh penyebaran hewan, manusia,
dan kebudayaan, sebagai akibat pernah bergabung-
nya Indonesia dengan kedua benua tersebut.
Tepi pantai, sungai, danau, atau tempat-tempat
yang banyak air dan bahan makanan merupakan
tempat tinggal manusia purba. Mereka mendapatkan
makanan secara langsung dari alam, tanpa melalui
proses, baik dalam mengumpulkan sampai pada cara
makan.
Keberadaan manusia

Penelitian khusus tentang fosil manusia purba
(Palaeoanthropologi) di Indonesia, dibagi dalam tiga
tahapan, yaitu tahun 1889-1909, tahun 1931-1941,
dan tahun 1952-sekarang.
a) Penelitian tahap I pada tahun 1889-1909 dilaku-
kan oleh Dr. Eugene Dubois, yang menduga
bahwa manusia purba
hidupnya pasti di daerah
tropis. Dubois menemu-
kan fosil sepotong tulang
kobi yang bisa menanda-
kan bahwa pemiliknya
berjalan tegak, di Trinil
dekatNgawi. Fosil tersebut
adalah Pithecanthropus
Erectus. Pada masa ini,
ditemukan pula fosil
manusia Wajak di daerah
Kediri Jawa Timur, dan penemuan manusia purba
di Kedungtrubus. Seluruh temuan Dubois tentang
manusia purba di Indonesia adalah fosil-fosil
tengkorak, ruas leher, rahang, gigi, tulang paha,
dan tulang kering.
b) Penelitian tahap II antara 1931-1941 dilakukan
oleh Ter Haar, Oppenoorth, dan Von Koeningswald.
Mereka menemukan tengkorak dan tulang kering
Pithecanthropus Soloensis di Ngandong Kabupaten
Blora. Juga tahun 1936 Tjokrohandojo menemukan
fosil tengkorak anak-anak di utara Mojokerto.
Antara tahun 1936-1941, Von Koeningswald
menemukan fosil-fosil rahang, gigi, dan tengkorak
di Sangiran Surakarta
c) Penelitian tahap III, sebagian besar penemuan di
Sangiran, yang menemukan bagian-bagian tubuh
Pithecanthropus yang belum pernah ditemukan
sebelumnya, seperti tulang muka dan dasar
tengkorak.
Ada beberapa jenis manusia purba di Indonesia,
yaitu sebagai berikut.
Meganthropus

Meganthropus Palaeojavanicus adalah manusia
paling primitif yang pernah ditemukan di Indone-
sia oleh Von Koeningswald tahun 1936 dan 1941
di formasi Pucangan, Sangiran. Fosil yang ditemukan
tersebut berupa rahang manusia purba yang
berukuran besar. Dari hasil penelitian disimpulkan
bahwa jenis manusia tersebut bertubuh sangat
besar. Fragmen rahang bawah lain ditemukan
oleh Marks pada tahun 1952 di lapisan terbawah
formasi Kabuh.
b) Pithecanthropus Erectus

Fosil Pithecanthropus adalah fosil manusia yang
paling banyak ditemukan di Indonesia, yaitu di
Mojokerto, Kedungtrubus, Trinil, Sangiran, Sam-
bungmacan, dan Ngandong. Bentuk tubuh Pithe-
canthropus tidak setegap Meganthropus. Tingginya
kira-kira 165-180 cm. Fosil Pithecanthropus
Erectus saat saling dihubungkan membentuk
sebuah kerangka yang mirip kera. Maka Pithecan-
thropus Erectus berarti manusia kera yang
berjalan tegak.

c) Homo

Homo Sapiens Wajak I ditemukan dekat Campur-
darat Tulungagung Jawa Timur oleh Van
Rietschoten tahun 1889, terdiri atas
tengkorak, termasuk fragmen rahang
bawah, dan beberapa buah ruas leher.
Temuan tersebut diselidiki pertama kali
oleh Dubois. Homo Sapiens Wajak II
ditemukan oleh Dubois tahun 1890 di
tempat yang sama, terdiri atas fragmen-
fragmen tulang tengkorak, rahang atas
dan rahang bawah, serta tulang paha
dan tulang kering.
3) Teknologi
Teknologi pada masa berburu dan mengumpulkan
makanan tingkat sederhana, hanya mengutamakan
segi praktis sesuai dengan tujuan penggunaannya
saja, namun lama kelamaan ada penyempurnaan
bentuk.
Di Indonesia dikenal dua macam teknik pokok, yaitu
teknik pembuatan perkakas batu yang disebut tradisi
kapak perimbas dan tradisi serpih. Pada perkem-
bangan berikutnya ditemukan alat-alat dari tulang
dan tanduk. Movius menggolongkan alat-alat dari
batu sebagai perkakas zaman pra aksara, yaitu kapak
perimbas, kapak penetak, pahat genggam, proto
kapak genggam, dan kapak genggam.
4) Kehidupan sosial
Manusia purba semenjak Pithecanthropus hingga
Homo Sapiens dari Wajak, menggantungkan kehidup-
annya pada kondisi alam. Daerah sekitar tempat
tinggalnya harus dapat memberikan persediaan
makanan dan air yang dapat menjamin kelang-
sungan hidupnya.
Mereka hidup berkelompok dengan pembagian
tugas, bahwa yang laki-laki ikut kelompok berburu
dan yang perempuan mengumpulkan makanan dari
tumbuhan dan hewan-hewan kecil. Selain itu,
mereka juga bekerjasama dalam rangka menanggulangi
serangan binatang buas maupun adanya bencana
alam yang sewaktu-waktu dapat mengusik kehidupan
merekaAlat-alat yang dibuat dari batu, kayu, tulang, dan
tanduk terus-menerus mengalami penyempurnaan
bentuk, sesuai dengan perkembangan alam pikiran
mereka.
b. Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat
lanjut
Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan
tingkat lanjut, di Indonesia sudah ada usaha-usaha untuk
bertempat tinggal secara tidak tetap di gua-gua alam,
utamanya di gua-gua payung, yang setiap saat mudah
untuk ditinggalkan, jika dianggap sudah tidak memung-
kinkan lagi tinggal di tempat itu.
1) Keadaan lingkungan
Api sudah dikenal sejak sebelumnya, karena sangat
bermanfaat untuk berbagai keperluan hidup, seperti
untuk memasak makanan, sebagai penghangat
tubuh, dan untuk menghalau binatang buas pada
malam hari.
Terputusnya hubungan kepulauan Indonesia dengan
Asia Tenggara pada akhir masa glasial keempat,
terputus pula jalan hewan yang semula bergerak
leluasa menjadi lebih sempit dan terbatas, dan ter-
paksa menyesuaikan diri dengan lingkungan baru.
Tumbuh-tumbuhan yang mula-mula ditanam adalah
kacang-kacangan, mentimun, umbi-umbian dan biji-
bijian, seperti juwawut, padi, dan sebagainya.
2) Keberadaan manusia
Ada dua ras yang mendiami Indonesia pada
permulaan Kala Holosin, yaitu Austromelanesoid
dan Mongoloid. Mereka berburu kerbau, rusa, gajah,
dan badak, untuk dimakan.
Di bagian barat dan utara ada sekelompok populasi
dengan ciri-ciri terutama Austromelanesoid dengan
hanya sedikit campuran Mongoloid. Sedangkan di
Jawa hidup juga kelompok Austromelanesoid yang
lebih sedikit lagi dipengaruhi oleh unsur-unsur
Mongoloid. Lebih ke timur lagi, yaitu di Nusa Tenggara
sekarang, terdapat pula Austromelanesoid
3) Teknologi
Ada tiga tradisi pokok pembuatan alat-alat pada
masa Pos Plestosin, yaitu tradisi serpih bilah, tradisi
alat tulang, dan tradisi kapak genggam Sumatera.
Persebaran alatnya meliputi Pulau Sumatera, Jawa,
Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua.
Alat tulang ditemukan di Tonkin Asia Tenggara,
sedangkan di Jawa ditemukan di Gua Lawa
Semanding Tuban, di Gua Petpuruh utara Prajekan,
dan Sodong Marjan di Besuki. Kapak genggam
Sumatera ditemukan di daerah pesisir Sumatera
Utara, yaitu di Lhok Seumawe, Binjai, dan Tamiang.
4) Masyarakat
Manusia yang hidup pada masa berburu
dan mengumpulkan makanan tingkat
lanjut, mendiami gua-gua terbuka atau
gua-gua payung yang dekat dengan
sumber air atau sungai sebagai sumber
makanan, berupa ikan, kerang, siput, dan
sebagainya. Mereka membuat lukisan-
lukisan di dinding gua, yang menggambar-
kan kegiatannya, dan juga kepercayaan
masyarakat pada saat itu.
c. Masa bercocok tanam
Perubahan dari masa berburu dan mengumpulkan
makanan tingkat lanjut ke masa bercocok tanam, mema-
kan waktu yang sangat panjang, karena tingkat kesulitan
yang tinggi. Pada masa ini sudah mulai ada usaha
bertempat tinggal menetap di suatu perkampungan yang
terdiri atas tempat tinggal-tempat tinggal sederhana
yang didiami secara berkelompok. Mulai ada kerjasama
dan peningkatan unsur kepercayaan yang diharapkan
adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan
ketenteraman hidupnya.
1) Manusia
Manusia yang hidup pada masa bercocok tanam di
Indonesia Barat mendapat pengaruh besar dari ras
Mongoloid, sedangkan di Indonesia Timur sampai
sekarang lebih dipengaruhi oleh komponen Austro-
melanesoid.


Ringkasan
Masa pra aksara adalah masa manusia sebelum mengenal tulisan. Namun,
kehidupan manusia pada masa itu tetap dapat diketahui dari beberapa
peninggalan yang diketemukan.
Manusia purba, yaitu jenis manusia yang hidup pada zaman pra aksara,
yaitu Meganthropus, Pithecanthropus Erectus, dan Homo.
Di Trinil pernah ditemukan fosil tengkorak manusia purba oleh Dubois
pada tahun 1891, di daerah Mojokerto pada tahun 1936, dan di Sangiran
tepi Bengawan Solo pada tahun 1931-1933.
Manusia paling primitif yang pernah ditemukan di Indonesia adalah
Meganthropus Palaeojavanicus, yang ditemukan Von Koeningswald tahun
1936 dan 1941.
Zaman pra aksara di Indonesia berdasarkan arkeologis, dibagi menjadi 2
zaman, yaitu zaman batu dan zaman logam. Zaman batu meliputi zaman
batu tua, zaman batu madya, dan zaman batu muda.
Zaman pra aksara di Indonesia berdasarkan ciri kebudayaan masyarakat
dibagi dalam empat babak, yaitu masa berburu dan mengumpulkan
makanan tingkat sederhana, masa berburu dan mengumpulkan makanan
tingkat lanjut, masa bercocok tanam, dan masa perundagian.
Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana,
kegiatan pokoknya adalah berburu dan mengumpulkan makanan dengan
peralatan dari batu, kayu, dan tulang.
Manusia yang hidup pada masa berburu dan mengumpulkan makanan
tingkat lanjut, mendiami gua-gua terbuka yang dekat dengan sumber air
dan sumber makanan.
Pada masa bercocok tanam sudah mulai ada usaha bertempat tinggal
menetap di suatu perkampungan yang terdiri atas tempat tinggal-tempat
tinggal sederhana yang didiami secara berkelompok.
Pada masa perundagian, mulai ditemukan bijih-bijih logam sehingga
berbagai peralatan mulai dibuat dari logam
Kelompok manusia sudah lebih besar, karena hasil
pertanian dan peternakan sudah dapat memberi
makan sejumlah orang yang lebih besar pula. Jumlah
anak yang banyak sangat menguntungkan, karena
mereka dapat menghasilkan makanan yang lebih
banyak pula.
2) Teknologi
Masa bercocok tanam di Indonesia dimulai kira-kira
bersamaan dengan berkembangnya kemahiran
mengasah alat dari batu dan mulai dikenalnya
teknologi pembuatan gerabah. Alat yang terbuat dari
batu dan biasa diasah adalah beliung, kapak batu,
mata anak panah, mata tombak, dan sebagainya. Di
antara alat batu yang paling terkenal adalah beliung
persegi.
3) Kehidupan masyarakat
Masyarakat mulai meninggalkan cara-cara berburu
dan mengumpulkan makanan. Mereka sudah menun-
jukkan tanda-tanda akan menetap di suatu tempat,
dengan kehidupan baru, yaitu mulai bercocok tanam
secara sederhana dan mulai memelihara hewan.
Proses perubahan tata kehidupan yang ditandai
dengan perubahan cara memenuhi kebutuhan hidup
masyarakat, terjadi secara perlahan-lahan, namun
pasti.
Demikian pula dengan tempat tinggal, dari yang
masih sangat sederhana berbentuk bulat dengan atap
dan dinding dari rumbai, perlahan-lahan berubah
sedikit demi sedikit kepada bentuk yang lebih maju
dengan daya tampung yang lebih banyak, untuk
menampung keluarga mereka. Gotong-royong
merupakan suatu kewajiban yang memang diperlu-
kan untuk pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan
tenaga orang banyak, seperti mendirikan rumah dan
membersihkan saluran air untuk bercocok tanam.
Masyarakat merasa bahwa tanah merupakan kunci
dari kehidupan. Oleh karena itu, mereka meningkat-
kan manfaat kegunaan tanah, termasuk penguasaan
terhadap binatang-binatang peliharaan. Yang jelas
mereka sudah tidak lagi tergantung pada alam.
Mereka sudah mengadakan perubahan-perubahan
dengan menganggap sebagai pemilik atas unsur-
unsur yang mengelilinginya.
4) Pemujaan roh nenek moyang
Pemujaan roh leluhur maupun kepercayaan terhadap
adanya kekuatan gaib menjadi adat kebiasaan
masyarakat saat itu. Kebiasaan semacam itu lazim
disebut animisme dan dinamisme. Sudah mulai ada
kepercayaan tentang hidup sesudah mati,
bahwa roh seseorang tidak lenyap pada saat
orang meninggal. Upacara pemakaman
dilakukan sedemikian rupa agar roh yang
meninggal tidak salah jalan menuju nenek
moyang mereka.
Tradisi mendirikan bangunan megalitik
(batu besar) muncul berdasarkan keper-
cayaan adanya hubungan antara yang
hidup dengan yang mati. Terutama karena
adanya pengaruh yang kuat dari yang telah
mati terhadap kesejahteraan masyarakat
dan kesuburan tanaman
d. Masa perundagian
Pada masa bercocok tanam, manusia sudah berusaha
bertempat tinggal menetap dengan mengatur kehidupan
untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, yaitu meng-
hasilkan bahan makanan sendiri, baik di bidang pertanian
maupun peternakan. Pada masa perundagian, semuanya
mengalami kemajuan dan penyempurnaan. Pada masa
ini mulai ditemukan bijih-bijih logam sehingga berbagai
peralatan mulai dibuat dari logam.
Pada perkembangan berikutnya, perlu dibedakan golongan
yang terampil dalam melakukan jenis usaha tertentu,
misalnya terampil dalam membuat rumah kayu, pem-
buatan gerabah, pembuatan benda-benda dari logam,
perhiasan, dan lain sebagainya.
1) Penduduk
Manusia yang bertempat tinggal di Indonesia pada
masa ini dapat diketahui dari berbagai penemuan
sisa-sisa rangka dari berbagai tempat, antara lain di
Anyer Utara Jawa Barat, Puger Jawa Timur, Gilimanuk
Bali, dan Melolo Sumba Timur. Pada masa perundagian
ini perkampungan sudah lebih besar, karena adanya
hamparan pertanian, dan mereka kemudian mulai
mengadakan aktivitas perdagangan.
2) Teknologi
Pada masa perundagian ini, teknologi berkembang
sangat pesat, sebagai akibat adanya penggolongan-
penggolongan dalam masyarakat. Dengan beban
pekerjaan tertentu, banyak jenis pekerjaan yang
mempunyai disiplin tersendiri sehingga semakin
beraneka ragam perkembangan teknologi yang
terjadi pada masa itu. Termasuk perkembangan
perdagangan dan pelayaran.
Teknologi yang berkembang seiring dengan per-
kembangan kebutuhan, nampaknya menyangkut
dan melibatkan berbagai bidang yang lain. Saat itu
juga sedang berkembang teknologi peleburan,
pencampuran, penempaan, dan pencetakan berbagai
jenis logam yang dibutuhkan oleh manusia.
Di Indonesia, berdasarkan temuan-temuan arkeologis,
penggunaan logam sudah dimulai beberapa abad
sebelum masehi, yaitu penggunaan perunggu dan
besi. Secara berangsur-angsur dan bertahap, peng-
gunaan kapak batu diganti dengan logam. Namun
logam tidak mudah menggeser peranan gerabah
yang masih tetap bertahan karena memang tidak
semuanya dapat digantikan dengan logam.
3) Kehidupan sosial budaya
Seni ukir dan seni hias yang diterapkan pada benda-
benda megalitik mengalami kemajuan yang pesat.
Sedangkan yang sangat menonjol pada masa per-
undagian ini adalah kepercayaan kepada arwah
nenek moyang, karena dipercaya sangat besar
pengaruhnya terhadap perjalanan hidup manusia
dan masyarakatnya. Oleh karena itu, arwah nenek
moyang harus diperhatikan dan dipuaskan melalui
upacara-upacara. Kehidupan dalam masyarakat
masa perundagian adalah hidup yang penuh rasa
setia kawan. Perasaan solidaritas ini tertanam dalam
hati setiap orang sebagai warisan dari nenek moyang
http://deenet-makalah.blogspot.com/2008/12/zaman-pra-aksara-dan-pra-sejarah.html